Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Ada-ada saja Kerjaan

[Artikel 59#, kategori rumah] Kota ini sudah masuk musim hujan, lalu kenapa daun-daun malah berserakan lebih banyak. Ada-ada saja nambahin kerjaan yang membuat nggak enakan. Terutama sama tetangga, duh...mari bersih-bersih.

Jalan di samping rumah pagi hari tanpa sadar sudah banyak bertebaran daun di sana. Saya yang mulai jarang bersih-bersih, mau tidak mau akhirnya kembali ke rutinitas biasanya. 

Pasang pengaman di tangan

Cedera bermain futsal sangat berpengaruh dengan keseharian, seperti nyapu daun begini. Entah kenapa, tiap pegang sapu lini ini, jari jemari terasa sakit.

Mengakalinya, saya pakai pelindung jari yang biasanya saya pakai buat main diposisi kiper. Meski tidak membantu sepenuhnya, jari-jari setidaknya sakitnya sedikit lebih terasa.

Ada-ada saja kerjaan hari ini menjelang akhir bulan November.

Artikel terkait :


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya