Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Keteraturan yang Buat Tidak Nyaman

[Artikel 58#, kategori rumahManajer terbaik kami di rumah sedang melakukan misi besar dalam urusan merombak rumah. Alhasil, semua harus serba diatur agar terlihat nyaman dan bersih. Namun entah kenapa itu berdampak kurang baik buat saya pribadi.

Sial! Sekarang saya punya alasan keluar rumah. Pikiran saya terus berimprovisasi yang mana seharusnya tidak terjadi. Bahkan sebelum ini, saya berkeras hati untuk bertahan hingga waktu tertentu. 

Keteraturan

Salah satu yang membuat diri saya kurang nyaman adalah keteraturan yang terlalu dipaksakan. Padahal, di umur sekarang, saya mau sesuatu tetap ada dan tidak berubah.

Semisalnya saja seperti sendal yang ada di depan rumah. Saya lebih banyak beraktivitas pagi hari menggunakannya untuk menyalakan kran air atau pompa air.

Biasanya selalu ada di depan, namun mendadak dipindahkan ke dalam. Saya pikir hanya sesaat dan wajar. Ternyata, sering kali saat saya taruh kembali di luar, sendal itu ditaruh lagi ke dalam.

Hingga suatu hari, saya diberitahu untuk selalu menaruh sendal di dalam. Saya tidak menyukai itu. Semakin ke sini, perasaan nyaman saya lebih sering terganggu. Tentu, masih ada banyak lagi. 

Karena saya harus menghormati sang manjer, mau tidak mau saya melakukannya dengan terpaksa. Jadi, saat dini hari mau nyalakan air atau pompa air, saya harus mengambil sendal dari dalam. 

Jika selesai urusan, saya harus bawa lagi ke dalam. Terkadang saat harus keluar ingin membeli sesuatu, saya harus mengambilnya lagi...dan lagi. Dan kemudian menaruhnya lagi.

Sebel sendiri tapi malas ngurusin

Saya merasa dejavu dengan masa lalu yang pernah saya alami. Entah kenapa urusannya dengan wanita itu menyebalkan. Dan saya sudah tidak mempercayai orang baik sekali lagi.

Solusi satu-satunya adalah segera pergi dari rumah ini. Sudah tidak ada lagi tujuan dan alasan tinggal lagi sebenarnya.

Saya bertahan karena adanya dotsemarang sebagai pekerjaan. Saya benar-benar harus memikirkan sekali lagi alasan ini. Karena belum tentu juga saya pergi di saat hutang-hutang saya masih belum terlunasi.

...

Ternyata perbedaan umur antara 30 dan 20-an sangat berpengaruh sekali dalam mengambil keputusan dan pikiran. Umur 20-an mungkin saya bisa berkeras hati, mengatakan sesuatu yang yang saya percayai atau pergi sekalian tanpa perlu dihalangin.

Umur 30-an, kebijaksaan menjadi pertimbangan setiap kali pikiran mendorong keberanian. Karena rasa itu, saya harus berpikir ulang. Mungkin jika tinggal di tempat sendiri saya akan memiliki sikap yang berbeda.

Di sini, saya harus tahu diri. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Sudah numpang, malah ngelunjak. Diatur buat baik, malah kesel karena alasan kenyamanan.

Menjadi dewasa itu melelahkan.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh