Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Bekerja Memang Melelahkan, Tapi Demi Keluarga Itu Harus

[Artikel 18#, kategori rumah tangga] Saya rasa sepertinya tidak akan sanggup meneladani sosok kepala rumah tangga itu yang kebanyakan pekerjaannya harus dilewatkan di rumah sakit. Sudah lelah bekerja dan pulang inginnya istirahat, eh harus keluar lagi membawa keluarga tercinta.

Ini bukan kisah saya karena kalian pun tahu, saya masih single. Di umur sekarang, memang menyedihkan melihat saya tanpa pasangan yang seharusnya memiliki buah hati.

Saat menjalani kehidupan sendiri, ada kehidupan lain yang tanpa sadar terpapar seakan memberi pelajaran bagaimana hidup berumah tangga. 

Tidak ada waktu santai

Saya terkesima dengan bapak satu anak tersebut yang memang sudah sewajarnya melakukan itu. Sore menjelang malam, ia pulang ke rumah setelah beberapa hari menghabiskan waktu di rumah sakit.

Terkadang hanya hitungan jam dan bahkan, hanya masuk sebentar ke rumah, si suami datang dan pergi bersama si istri dan anak semata wayangnya mencari makan sekaligus bersenang-senang memanjakan keluarganya.

Saya yang melihatnya seakan tidak percaya bahwa itu dilakukan setiap momen tertentu. Andai saya, mungkin memilih langsung tidur saja usai mandi. Bekerja pasti melelahkan. Saya rasa tidak akan sanggup untuk keluar lagi.

Demi keluarga

Jika memikirkan sudut pandang saya, tentu saya juga benar. Namun bila ditaruh di sudut pandang si suami, ia harus berusaha dan sewajarnya membahagiakan keluarga kecilnya.

Kadang bertemu istri dan anak memberi energi tersendiri. Rasa lelah mendadak saja hilang saat melihat putri tercinta bersenang-senang.

Itulah pentingnya memiliki pekerjaan yang baik dan orang tua yang dapat membantu dikala gajian belum menentu. Keluarga kecil harus dimanjakan agar mereka tidak protes karena ditinggal mulu di rumah.

Siapa tidak akan bosan jika di rumah terus dan mengurus anak yang terkadang menjengkelkan meski sangat sayang sekali. Suami harus melakukannya, buang pikiran rasa lelah dan ingin tidur dulu.

...

Apakah saya akan mengalami hal sama andai nanti menikah? Rasa percaya diri saya sangat kurang untuk menjalaninya, terutama sisi ekonomi. Apakah saya sanggup? Sedangkan saya sendiri hanya bekerja di rumah dan pendapatan yang tidak menentu.

Makanya sempat terbelesit mencari pasangan hidup sebaiknya yang lebih kaya dari saya. Apapun saya berikan untuk mencintainya, apalagi saya berzodiak Cancer. Ya, saya sangat setia. Umur yang matang saat ini sudah tidak akan aneh-aneh lagi dalam berhubungan.

Hanya saja kok rasanya sulit. Mending ada yang tertarik. Ini cari kriteria di atas rata-rata. Perempuan mana yang mau dengan laki-laki miskin dan burik. Mereka (wanita) pasti juga memikirkan hal yang sama seperti saya.

Mencari pasangan yang kaya raya dan setia.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat