Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Masak dan Kulkas

[Artikel 16#, kategori rumah tangga] Tetap tenang, ini bukan mertua saya. Lawong belum nikah, owk. Awalnya saya pikir akan ada pesta makanan di meja makan, namun sebaliknya. Bau masak yang begitu nikmat mendadak hilang, lalu kemana makanannya?

Akhir bulan Agustus kemarin, mertua keluarga si bungsu datang ke rumah. Sebagai salah satu penghuni rumah, sudah terbiasa melihat orang datang dan pergi. Setidaknya saat ada orang datang, rumah terasa menyenangkan karena lebih ramai.

Memasak

Kasih sayang, mungkin begitu menyebutnya. Saya yang melihat aktivitas di dapur begitu sibuk dengan bahan-bahan memasak, jadi iri dengan keluarga kecil ini. Kapan saya bisa punya mertua yang suka memasak?

Karena ini bukan kali pertama, saya jadi memilih menghindar dan berdiam di kamar. Padahal biasanya juga kebanyakan di kamar.

Harum bau makanan begitu menggungah selera. Apalagi ini waktunya makan siang juga. Pas sekali pikir saya sambil membuka pintu dan menuju dapur.

Kulkas

Apa yang terjadi? Tidak ada satu pun makanan di meja dari aktivitas memasak tadi. Ada pun hanya jajanan yang dibeli. Di mana bau harum tadi yang begitu familiar dan menggugah selera makan saya.

Ah, saya lupa siapa diri saya di sini. Bukan anak, apalagi suami si anak ibu (mertua) tadi yang menghabiskan waktunya di dapur.

Semua makanan yang sudah dimasak, ternyata ditaruh di kulkas. Baru tahu cara begini jika nanti telah menikah dan mertua datang ke rumah.

Semua udah diberi tempatnya masing-masing. Bisa dimakan sewaktu-waktu tanpa repot lagi memasak. Dan hanya perlu memanaskan saja makanannya.

Tentu, saya tidak berani mengambilnya meski ada di dalam kulkas. Apalagi tidak disuruh atau diberitahu, ya meski tahu aktivitas masak memasak itu.

Namun terkadang, si menantu tetap bagiin saat ia sedang makan bareng suaminya. Saya selalu bersyukur bahwa tidak selalu makan makanan itu saja (mie bungkus). Ada orang baik yang masih peduli. Entahlah.

...

Saya tahu ekspetasi saya mendadak jatuh. Namun bila dilihat dari sisi lain, saya merasa iri dengan kehidupan orang yang sudah menikah. Kunjungan mertua, dimasakkan dan rasa percaya yang ditanamkan.

Sepertinya harus memikirkan juga cari pasangan yang ibunya bisa memasak. Kan seru tuh kalau sedang berkunjung ke rumah. Nanti dimasakkan juga. Haha.. bercanda.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh