Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Futsal Mulai Sepi Gara-gara Mini Soccer?

[Artikel 151#, kategori futsal] Kamis terakhir di bulan September (26/9), harus ditutup dengan keringat yang berlebih. Menegok bangku tribun yang hanya menyisakan 1-2 orang terasa sedih. Entah kenapa akhir-akhir ini rekan-rekan mulai malas datang. Jika hanya alasan kepentingan keluarga masih wajar tidak datang, tapi kali ini sepertinya bukan.

Setelah lebih dari 4 tahun berkarir sebagai pemain futsal, eh bermain maksudnya, kehadiran mini soccer memang sangat berpengaruh sekali. Apalagi makin ke sini, tarif iurannya hampir sama antara futsal dan mini soccer. 

Padahal kita tahu main mini soccer biaya sewanya sangat mahal ketimbang futsal. Dan mau nggak mau iuran perorangnya juga lebih besar jatuhnya ketimbang harus bermain futsal. Alasannya karena di Kota Semarang lapangan mini soccer terus bertumbuh (banyak).

Memang faktor lainnya juga mempengaruhi, tapi dalam 4 tahun belakangan kehadiran mini soccer benar-benar mengubah gaya hidup orang-orang di sekitar. Entah bagaimana dengan kota lainnya semenjak kehadiran mini soccer.

Bagi saya sendiri, mini soccer memang adalah pengalaman baru yang menarik. Namun karena biaya iurannya yang mahal, jadi salah satu alasan saya untuk tetap bermain futsal saja.

Toh, bermain lapangan lebih besar sudah saya lakukan sejak duduk di bangku Sekolah. Mini soccer hanya tentang tren dan pengalaman bermain dengan waktu yang sangat fleksibel saja.

Saya berharap futsal dan mini soccer tetap beriringan. Namun jika tidak bisa, semoga saja futsal tidak menghilang. Saya jadi tidak enak sendiri dengan sedikitnya yang hadir di lapangan.

Maklum, saya pemain bayaran. Bukan digaji, tapi dibayarin iuran bulanannya. Apakah saya harus mencari alternatif lain berolahraga? Atau malah senang futsal tiada karena jam tidur saya akan maksimal?

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat