Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Benci Makan Roti Hari Ini

[Artikel 79#, kategori motivasi] Entah apa yang dipikirkan ketika memaksakan hasrat untuk membeli roti ini yang harganya sama dengan 1 Kg beras. Padahal jika dalam kondisi normal, saya pasti akan memilih membeli beras saja. Menyesal selalu datang belakangan dan saya berjanji tidak akan mengulanginya kembali

Di saat keuangan lagi seret, ada saja kelakuan saya yang absurd. Satu sisi ingin hidup hemat dan terlihat apa adanya, namun sisi lain ingin menikmati yang namanya rasa lezat dari kenikmatan sesaat. Arghh... 

Bukan apa-apa. Itu karena roti yang dibeli menggunakan pay later. Jika dipakai lagi, nominalnya akan terus bertambah. Sedangkan pemasukan saja masih harap-harap cemas.

Saya tertampar dengan kenyataan bahwa saya adalah orang yang munafik. Ingat tagihan bulanan Seabank Pinjam yang harus masih dibayar tiap bulan kata pikiran dalam kepala saya. Bersabarlah dan tahan untuk membeli. 

Rasa lapar

Seharusnya saya membeli makanan lain saja jika hanya ingin mengisi perut yang keroncongan usai bersepeda ke Kota Lama hari ini, Kamis (5/9). Kenyataanya saya terdorong nafsu sendiri seakan di atas kepala saya ada yang membisikkan bahwa saya harus melakukannya.

Keterlaluan memang, tapi mau gimana lagi. Kesalahan terbesar hari ini adalah tidak memasak nasi karena isi rice coocker sudah ada nasinya. Jadinya saya hanya mengambil separuh dan itu hanya buat sekali makan.

Anda saya bisa mengulang waktu, nasi di rice coocker tersebut mending saya keluarkan dulu dan menanak nasi baru lagi. Saya membuat menderita diri sendiri saja. Saya benar-benar khilaf. Dan memutuskan sejak hari ini untuk berhenti makan roti. 

Oh ya, alasan saya membeli memang karena lapar usai bersepeda dari pagi. Rutenya rumah ke Kota lama dan balik. Kemudian langsung bersih-bersih halaman (nyapu dan siram rumput). Kondisinya seperti itu, makanya ketika lihat jam sudah menunjukkan jam 9, itu benar-benar lapar. 

...

Saya sengaja tidak menutupi merek roti yang saya beli ini. Tapi, bukan karena saya tidak menyukai rotinya. Namun sikap saya yang membuang-buang uang. Padahal isi dompet lagi kosong dan mau tak mau malah pakai pay later. Saya mengkhianati diri sendiri rasanya yang berkomitmen untuk menghemat.

Bulan September baru saja dimulai, ada-ada saja yang saya perbuat.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat