Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat. Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Review Film Toilet: Ek Prem Katha
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
[Artikel 17#, kategori Bollywood] Akshay Kumar datang membawa judul yang menarik dan sangat familiar di telinga, cerita yang dibangun bukan sekedar sebuah tontonan bernuansa komedi. Sebuah realita dibawa dengan suguhan tradisi kuat. Apakah tradisi bisa diubah mengikuti perkembangan jaman?
Film buatan tahun 2017 ini menarik saya saat tiba-tiba bagian ceritanya terpampang di YouTube. Kalau nggak salah saat itu si Keshav (Akshay Kumar) sedang menggoda Jaya (Bhumi Pednekar) dengan berbagai cara. Lama nggak ngulas film, baru tahu aktris lawan Akshay.
Karena tertarik, coba nonton dan mendapatkan kepuasan setelah menyelesaikan 2 jam lebih film ini berjalan. Ya, seperti biasa. Film Bollywood identik dengan durasinya yang lama. Jadi sebaiknya cari waktu untuk menonton film ini agar nggak ngeganggu aktivitas lain.
Menghormati tradisi atau mengubah menjadi lebih baik
Diceritakan setelah dua pemeran utama akhirnya menikah setelah berbagai cara dilakukan untuk menyatukan mereka, kendala langsung datang pada pernikahan seumur jagung mereka. Si istri butuh toilet, yang tak perlu saya beritahukan apa fungsinya kepada kalian.
Lingkungan si suami yang memegang teguh tradisi yang tidak memerlukan toilet di dalam rumah menjadi persoalan bagi si istri. Apalagi tradisi untuk mengatasi masalah toilet tersebut dilakukan oleh kaum wanita dengan pergi ke tempat yang jauh setiap subuh. Semacam semak - semak dan mereka kemudian bergosip di sana sambil diterangi cahaya apa adanya yang dibawa.
Membuat toilet sebenarnya sangat mudah. Apalagi si wanita juga datang dari keluarga yang membuat toilet di dalam rumah. Istilahnya lebih modern.
Sayangnya tidak dengan keluarga si pria yang menghormati tradisi dengan tidak membuat toilet. Pertentangan bukan saja datang dari si Ayah pria yang disebut semacam pendeta, tapi juga seluruh tetua adat dan masyarakat.
Tentu ini sangat menarik mengikuti ceritanya bahwa beberapa tempat ada yang punya tradisi seperti ini.
Bukan namanya si Akshay Kumar yang tiap bermain tak membawa pesan moral dalam ceritanya. Banyak hal rupanya, dan paling menonjol adalah tentang kesehatan dan upaya pemerintah mereka.
Bercerai karena toilet?
Kita akan tertawa mendengar sebuah pernikahan berakhir karena sebuah toilet. Hujatan datang dari penjuru arah, namun kedua tokoh tetap kekeh memutuskan bercerai.
Sebuah alasan agar stigma tentang larangan toilet bisa dibangun di desa mereka dan semua wilayah.
Namanya juga film, awalnya sulit dan akhirnya bisa ditebak. Ya, mereka berhasil semua masalah. Orang -orang yang awalnya tidak tahu tentang desa ini dengan tradisinya, berubah menjadi sebuah ajakan untuk menjadi lebih baik.
Ini video bagian yang awalnya membuat saya tertarik menonton film Toilet Ek Prem Katha
...
Bila ini dijadikan kampanye promosi pentingnya setiap rumah harus tersedia toilet, maka film ini sangat pantas diambil.
Penting sekali memang untuk menjaga kesehatan yang dimulai dari lingkungan rumah.
Selain kesehatan, ancaman bisa diminimalisir semisal ada orang iseng yang berujung ancaman nyaman seperti yang disebutkan di dalam film tersebut.
Begini rasanya ketika mertua datang ke rumah, nggak enakan. Padahal, cuma menjenguk cucu kesayangan. Tapi rasa malas yang biasa dirasakan sebelum nikah, berubah rasa risih. Serba salah, pokoknya.
[Artikel 17#, kategori Tips] Saya sudah menghitung kira-kira berapa kuota yang dihabiskan untuk menonton siaran langsung sepakbola via streaming. Tentu Anda sekarang bisa mengukur biaya untuk menghabiskan kuota apabila tim kesayangan Anda akan bertanding hari ini.
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat. Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...
Postingan ini terinspirasi dari komentar dari dalam blog ini sendiri. Padahal dari awal, blog merupakan tempat personal branding seseorang. Bila digunakan untuk personal, ia biasanya akan mengisinya dengan curhat, portofolio dan aktivitas. Bagi perusahaan, blog merupakan cerita dibalik mereka sendiri.
Pernah merasakan manisnya dikejar gebetan yang tak menghiraukan bagaimana sakitnya setelah putus suatu hari nanti. Dan akhirnya mereka menjadi pasangan yang selalu setia, pandai mendengar, selalu memberi motivasi untuk saling menguatkan dan menceritakan hal-hal kecil yang tak pernah mereka ceritakan kepada orang lain. Kini setelah putus, jangan berharap cerita manis diawal akan sama. Perlu diketahui terlebih dahulu, sifat buruk ini bukan berarti semua pria diumur 29 tahun akan sama. Ini sebuah judul yang menarik dan penulisnya saja yang mengalami. So, baca saja ceritanya. Kamu seperti kekanak-kanakan, deh. Kenapa tiap punya mantan, hobinya ngajakin balikan. Tiba-tiba saja kalimat tersebut terlontar dalam sebuah pesan singkat yang terkirim buat saya yang memang berusaha berkomunikasi dengan mantan. Seperti kena serangan jantung tiba-tiba. Dan saya membencinya, marah dan kesal. Marahnya kepada momen yang waktu ia sampaikan. Saya memang bermaksud berbaikan dengan mant...
terima kasih reviewnya bang... jadi pengen nonton. ulas film lainnya juga. ditunggu.
BalasHapusSama2
HapusTergantung mood hehe