Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Pekerjaan Utama VS Pekerjaan Rumah


[Artikel 7#, kategori belajar] Bekerja dengan passion itu menyenangkan.Tidak ada stres berkepanjangan yang membuat pikiran menjadi depresi. Soal pemasukan memang masih sulit, dan itu wajar buat siapapun. Namun akhir-akhir ini, cerita baru datang dengan membawa beban sendiri. Pekerjaan rumah, saya masih terus belajar dari ini.

Pekerjaan rumah yang saya maksud bukan mengerjakan tugas dan kemudian dinilai. Bukan-bukan. Pekerjaan rumah atau PR yang saya maksud adalah benar-benar mengerjakan pekerjaan di rumah. Seperti membersihkan lantai rumah, nyapu hingga ngepel. Bersihkan dapur, mengurusin kucing, membuka dan menutup jendela, membersihkan taman rumah dan sebagainya.

Kini semakin berat saja

Pikiran saat ini memandang pekerjaan rumah ini seperti sangat berat. Terutama benturan waktu dengan pekerjaan utama saya sebagai bloger, yang tiap pagi menulis, menjadi manajer media sosial, dan semua aktivitas yang berhubungan dengan Internet.

Semenjak penghuni wanita yang akhirnya menikah, rumah ini tidak ada lagi yang mengurusin. Biasanya ada si mbak (asisten rumah tangga) yang menyiapkan sarapan, bersih-bersih dan sebagainya. Jaman itu, saya bisa fokus pada hal penting.

Saya menjalani kehidupan di rumah sebenarnya baik-baik saja beberapa tahun belakangan meski tanpa si mbak. Namun sekarang, rasanya tidak mudah dan semakin berat saja.

Pekerjaan saya semakin banyak yang tidak sekedar menghabiskan waktu di depan laptop, namun juga keluar rumah untuk menghadiri undangan, liputan hingga mengikuti kegiatan. Ini benar-benar menguras waktu. Apalagi saat keluar, pikiran di rumah tentang kucing yang belum dikasih makan, kadang membuat gelisah.

Saya tinggal bersama tuan rumah yang kini menjadi dua. Wajar tuan rumah tidak banyak melakukan aktivitas untuk rumahnya selama saya ada di rumah. Namun tuan rumah satunya ini yang diharapkan dapat mengurangi beban saya melakukan pekerjaan rumah malah terhanyut merasakan indahnya dunia.

Saya tidak mengeluh, saya hanya ingin mengeluarkan pikiran saya saja. Meski sama, saya harap setelah dikeluarkan, tubuh saya kembali sehat dan bekerja lebih keras lagi.

Apakah ini persiapan untuk masa depan (pernikahan)?

Saya ingin mengambil sisi positifnya saja. Ketika pikiran perlu dibersihkan, saya ingin mengambil sedikit pikiran yang tersisa. Terutama yang baiknya saja.

Umur 32 tahun yang sudah seharusnya menikah dan memiliki anak, saya malah masih sendiri. Saya selalu berharap mendapatkan jodoh, tapi Tuhan sepertinya berpikir lain.

Aktivitas yang saya lakukan saat ini seperti sebuah ujian untuk masa depan saya. Mereka yang telah berumah tangga tentu pekerjaannya lebih berat dari saya. Maka sudah seharusnya saya memanfaatkan training ini sebagai persiapan.

Bila saya dirasa sudah siap, mungkin Tuhan mau menurunkan seseorang untuk mengurangi beban saya yang selama ini saya tanggung sendiri. Mungkin saja.

...

Saat ini saya benar-benar fokus pada dunia yang saya yakini, blogging. Saat semua saya curahkan ke sana semua, pikiran saya rupanya terbagi dua. Antara tanggung jawab dengan pekerjaan dan membayar biaya numpang hidup dengan mengurusin pekerjaan rumah.

Saya tahu hidup itu tidak mudah, dan ini saya anggap sebagai latihan untuk melangkah dijenjang berikutnya. Saya berharap tuan rumah kedua di rumah ini bisa sadar dari mana ia berasal. Kadang orang baik membuat saya merasa kasian dengan apa yang dilakukan.

Saya sedang belajar untuk lebih baik

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh