Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Notebook Lelet


Beberapa tahun lalu, memiliki sebuah laptop atau notebook adalah keharusan mengingat pekerjaan yang dihabiskan di sana. Beban kerja mungkin saat itu masih ringan. Hanya menulis dengan membuka situs blogger. Seiring waktu, Internet semakin kencang, notebook kok jadi lelet.

Tidak heran, brand seperti Asus terus meluncurkan produk anyarnya dalam rangka upgrade diri. Baik untuk calon konsumennya hingga konsumen setianya.

Saya sendiri yang berada diantara tengahnya, malah sudah sering memegang saat acara launching. Sudah membaca spesifikasi dan tertegun melihat harga yang disodorin lewat kiriman rilis ke email dotsemarang.

Anehnya, saya belum memiliki laptop atau notebook dengan merek Asus yang selama ini sangat dekat dengan saya. Pertimbangannya mungkin karen harganya yang nggak masuk akal untuk saya.

Beban kerja 

Kembali ke ruangan saya di mana saya sedang bekerja dengan perangkat jinjing saya. Pekerjaannya tak jauh beda sebenarnya dari beberapa tahun lalu. Faktor usia notebook sepertinya sangat berpengaruh.

Saat saya menggunakannya itu pun sudah barang second dan berspesifikasi pentium tiga dengan prosesor kurang dari 2 GB.

Penderitaan saya semakin tidak berperasaan saat koneksi yang digunakan, internet maksudnya, terbilang kencang. Dan hari ini saya mengeluh kesekian kalinya karena saat sebagian orang mengeluh tentang koneksi, saya malah perangkat.

Satu halaman website yang saya buka masih aman, dua halaman juga aman, dan tiga? Hey, lelet sekali kamu. Bego, laptop diajak bicara.

Setiap hari, beban kerja rasanya semakin berat. Mulai dari mencari referensi yang mengharuskan membuka  lebih dari tiga situs sekaligus hingga melihat video (sudah tidak mungkin).

Belum lagi membuka file PDF dengan jumlah halaman tidak sedikit. Mengakses google foto yang tidak santai dan mengecek email yang bisa disambi dengan minum kopi. Sudah masuk ke halaman, nunggu bentar biar yang muter-muter berhenti (loading page).

...

Saya seperti menjadi orang modern tapi tinggal di dalam goa. Menunggu, menunggu dan menunggu. Orang lain di luar sana sudah menikmati, saya di dalam sedang menghayati. 

Saya berharap segera mendapatkan perangkat baru!
Saya cuma berkata, tidak meminta. Bila ada, saya pun tidak menolaknya.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya