Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Putus, Apakah Menjadi Trauma?


[Artikel 21#, kategori cinta] Pelan-pelan menjulur seperti parasit merasuk pikiran. Melemahkan badan meski sudah ditangkis dengan hiburan. Ah sial, pikirku. Kirain tidak berpengaruh, nyatanya produktivitas posting blog sangat rendah semenjak itu.

Tidak ada angin atau hujan, meski tercium bau-bau mendung. Pagi yang tidak tenang karena kekalahan tim kesayangan, mendadak satu kalimat yang mencekik. 

Tanpa perlawanan, tanpa memberi alasan dan pasrah sejadi-jadinya karena persoalan sebelumnya yang dibuat memang berlebihan. Tapi tak pernah terpikirkan jika pagi buta akan lebih cepat terang seperti biasanya. 

Apakah ini bakal menjadi sebuah trauma?

Mau marah rasanya, tapi kejadian ini bukan yang pertama. Seperti dejavu, selalu terulang dan rasanya takdir sudah ditulis bahwa saya tidak cocok dengannya.

Perasaan galau masih dapat dihalau dengan hiburan yang penuh adrenalin. Saya bisa, saya bisa. Pikir saya menahan diri dari keguncangan perasaan.

Saya sempat berpikir bahwa ini akan jadi sebuah trauma mendalam. Saya takut, saya berhenti berharap dan bahkan untuk melihat wanita saja di sebuah minimarket, saya seperti ketakutan.

Saya tidak ingin menjalin hubungan atau membangun sebuah ikatan dulu. Begitu berat pikiran ini, tapi kembali ringan ketika tontonan kembali dihidupkan.

Perasaan saya bisa dialihkan sementara, tapi tidak dengan pekerjaan dan aktivitas. Benar-benar sebuah gangguan ketika hubungan berakhir. 

Percuma membangun hubungan yang dalam di mata wanita

Dalam waktu kegalauan yang saya lewati, saya berbicara dengan kata hati kecil sendiri. Mengapa hubungan yang sudah dibangun sangat dalam, hanya sebuah kesalahan kecil yang menusuk perasaan, wanita berani memutuskan.

Kata cinta, kasih sayang, dan waktu yang dihabiskan bersama seakan tidak berarti. Wanita benar-benar menakutkan. Maka tak heran, pikiran saya bertahan pada sosok wanita yang dapat bertahan dari pria yang menjadi suaminya, tapi berbuat buruk padanya.

Kata hati saya melawan, dan memberikan perbandingan dengan pasangan yang berhubungan lebih lama dari saya. Bahkan, pasangan yang sudah menikah, memiliki anak dan mereka tetap berpisah.

Saya memikirkan perasaan tersebut. Seperti sebuah tamparan semangat ala film Jepang ketika dirinya terjatuh dan harus segera bangkit. Plak! Dua telapak tangan saya memukul pipi saya (membayangkan bermain futsal saat saya mulai lemas).

...

Dunia belum berakhir, meski dunia kami berdua sudah berakhir. Tidak ada lagi kebahagiaan yang biasanya terjalin dari sebuah perpesanan maupun pertemuan. Apakah putus ini sangat buruk buat saya?

Sangat sebenarnya. Tapi saya memikirkan hal lebih besar dari saya bahwa saya cuma butiran debu yang masih tidak ada apa-apanya dengan mereka yang berpisah setelah menjalani pernikahan.

Percayalah, meski dunia kita berakhir, tetaplah bertahan. Lakukan sesuatu yang mengalihkan, meski cuma sementara. Pergilah dari aktivitas meski harus menjadi manusia malas

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh