Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Futsal Bulan Februari 2019


[Artikel 27#, kategori futsal] Ada rekan yang bilang pamit, jika ini futsal terakhirnya. Ia kembali ke kota asalnya, Bandung. Ia akan melanjutkan bisnis orang tuanya. Saya hanya bisa bilang, sukses di sana broh. Tetap bermain futsal.

Awal bulan, tanggal 1 rupanya jatuh hari Jumat. Pertama kali futsal bulan Februari berarti. Hujan rasanya masih menemani. Apakah semangat yang sudah datang ini dapat dipertahankan di lapangan?

Ternyata tidak. Badan malam ini bermain sangat aneh. Berat sekali. Apakah karena efek menjadi kiper di awal permainan, atau kurang pemanasan? Dan pikiran masih saja mencurigai isi perut yang belum dikeluarkan beberapa hari ini.

Itu sangat berpengaruh buat saya. Pulang dari sini, saya harus minum obat pelancar buang air besar.

Selalu ada awal dan selalu ada akhir

Beberapa pekan terakhir ini, pertandingan selalu main lebih dari setengah jam dari jadwal yang disewa. Maklum, belum pada datang. Semua pemain rata-rata pekerja. Tentu jadi tantangan sendiri buat mereka menyisihkan waktu.

Sebelum saya masuk lapangan, saya berbicara dengan rekan futsal yang beberapa minggu tidak datang. Sekali datang, ia malah pamit untuk tidak main lagi jumat depannya.

Tapi untunglah itu bukan sebuah perpisahan yang menyedihkan. Karena memang saya tidak begitu dekat dengannya. Saya datang hanya untuk bermain, bukan untuk mencari persahabatan.

Ia sepertinya menjadi tumpuan keluarga dan juga melanjutkan estafet bisnis yang sudah dibangun. Ia akan tetap bermain futsal dengan senyum lebarnya saat saya memberi semangat untuk terus bermain.

Ia pasti bermain futsal. Banyak teman di sana yang menyukai permainan ini. Syukurlah jika begitu. Saya yang sudah setahun lebih rutin terus bermain ini bakal kesulitan bila tidak lagi bermain.

Mumpung sedang cinta-cintanya bermain. Waktu seakan bergerak cepat. Tanpa sadar sudah Jumat. Di atas lapangan, pikiran terkadang tidak berjalan sesuai harapan. Banyak faktor yang mengekang, tapi saya tetap menyukainya.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya