Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Memanjakan Kata Hati


Ketika perasaan mampu menggerakkan pikiran lalu diikuti tubuh, maka itulah yang sedang saya bicarakan di halaman ini. Sebenarnya bisa saja menolak dengan dalih berbagai macam alasan. Namun ketika itu, lebih baik mendengarkan kata hati. Seperti memanjakan anak kecil yang suka minta sesuatu meski enggan membelinya.

Inspirasi tulisan ini datang di pagi buta, waktu Indonesia saat saya bekerja. Paragraf di atas malah didapat saat sedang di toilet, lagi pup. 

Memanjakan Kata Hati

Cucian di dapur hari ini lumayan banyak. Saya pikir untuk membiarkan saja hingga pagi hari. Yang terjadi, perasaan saya tidak mengizinkan saya untuk membiarkan. Tiga piring, 2 gelas dan 6 sendok, plus tempat memasak nasi alat rice cooker.

Tidak begitu lama, cucian udah selesai. Apakah saya akan lapar, mengingat waktu sudah mau pukul 3 pagi? Kata hati saya kembali mengambil alih pikiran dan tubuh saya. Akhirnya saya menanak nasi di rice cooker. Untungnya, sisa beras masih cukup untuk dimasak.

Dari aktivitas ini, saya kok berpikir bahwa saya sangat memanjakan kata hati saya. Seperti tidak bisa menolak. Mengalahkan prinsip sekuat apapun. Saya tidak tahu sejak kapan kata hati adalah suara paling benar. Yang menyebabkan sepertinya karena saya suka menulis blog. Mungkin saja itu jadinya wajar. 

Menulis membuat saya berbicara pada diri sendiri di dalam hati. Mengganti kata demi kata agar tercipta sebuah kalimat yang saya bentuk. Ada sisi baiknya memang ketika mampu mendengarkan kata hati seperti yang terjadi pada saya barusan.

Tidak jadi malas, tempat cucian dapur bersih (tidak menumpuk piring kotor), perasaan jadi lega, tidak menunda-nunda dan lainnya.

Bagaimana denganmu, apakah sering memanjakan kata hati juga? Atau sebaliknya?

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Kembali ke Jogja: Pulang

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift