Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Memanjakan Kata Hati


Ketika perasaan mampu menggerakkan pikiran lalu diikuti tubuh, maka itulah yang sedang saya bicarakan di halaman ini. Sebenarnya bisa saja menolak dengan dalih berbagai macam alasan. Namun ketika itu, lebih baik mendengarkan kata hati. Seperti memanjakan anak kecil yang suka minta sesuatu meski enggan membelinya.

Inspirasi tulisan ini datang di pagi buta, waktu Indonesia saat saya bekerja. Paragraf di atas malah didapat saat sedang di toilet, lagi pup. 

Memanjakan Kata Hati

Cucian di dapur hari ini lumayan banyak. Saya pikir untuk membiarkan saja hingga pagi hari. Yang terjadi, perasaan saya tidak mengizinkan saya untuk membiarkan. Tiga piring, 2 gelas dan 6 sendok, plus tempat memasak nasi alat rice cooker.

Tidak begitu lama, cucian udah selesai. Apakah saya akan lapar, mengingat waktu sudah mau pukul 3 pagi? Kata hati saya kembali mengambil alih pikiran dan tubuh saya. Akhirnya saya menanak nasi di rice cooker. Untungnya, sisa beras masih cukup untuk dimasak.

Dari aktivitas ini, saya kok berpikir bahwa saya sangat memanjakan kata hati saya. Seperti tidak bisa menolak. Mengalahkan prinsip sekuat apapun. Saya tidak tahu sejak kapan kata hati adalah suara paling benar. Yang menyebabkan sepertinya karena saya suka menulis blog. Mungkin saja itu jadinya wajar. 

Menulis membuat saya berbicara pada diri sendiri di dalam hati. Mengganti kata demi kata agar tercipta sebuah kalimat yang saya bentuk. Ada sisi baiknya memang ketika mampu mendengarkan kata hati seperti yang terjadi pada saya barusan.

Tidak jadi malas, tempat cucian dapur bersih (tidak menumpuk piring kotor), perasaan jadi lega, tidak menunda-nunda dan lainnya.

Bagaimana denganmu, apakah sering memanjakan kata hati juga? Atau sebaliknya?

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh