Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Tahun 2020, Berhenti Membawa Konten Tentang Hotel


[Artikel #68, kategori catatan] Saya sudah cukup puas dengan performa dotsemarang tahun 2019 untuk membawa konten dari hotel di Kota Semarang. Bahkan, saya masih menyimpan beberapa konten yang belum saya publish. Yang jelas, tahun depan, saya ingin berhenti menulis tentang hotel.

Saya jadi ingat ketika diawal-awal bagaimana dotsemarang mulai dilirik hotel. Upaya pemasar hotel yang dilakukan memang sejalan dengan bagaimana memanfaatkan bloger sebagai bagian pemasaran.

Saya senang dan bangga tentunya. Bukan hanya kelas saya naik sebagai bloger biasa saja menjadi bloger keren, nama dotsemarang perlahan menarik perhatian hotel lain untuk melakukan aktivitas yang sama.

Semakin banyak bloger

Berjalannya waktu, para pemasar hotel menginginkan sesuatu yang lebih. Mereka butuh banyak bloger untuk hadir dan menceritakan tentang mereka. Mulai dari event, promosi atau peluncuran produk semacam makanan atau minuman.

Ketika ini menjadi sebuah kabar baik karena dampaknya secara luas mengangkat bloger sebagai bagian pekerjaan, saya mulai dilema.

Pemasar hotel yang dikenal baik mendadak pindah pekerjaan. Hotel yang memikirkan para bloger, mereka masih tetap menghubungi lewat peran pemasar baru. Namun sebagian lagi, komunikasi dengan hotel benar-benar berhenti.

Disisi lain, naik kelasnya para bloger juga memberi dampak kurang baik. Entah apakah karena sering dihubungi atau diajak datang, bloger memasang tarif lebih. Saya mengerti keadaan ini.

Disamaratakan media

Entah sejak kapan, keberadaan bloger yang biasanya datang dalam satu ekosistem mendadak berbarengan dengan rekan-rekan media (wartawan/jurnalis).

Buat saya itu hal wajar karena kebutuhan dari hotel yang menginginkan informasinya dapat tersebar lebih luas.

Ada satu kebanggaan mengenal rekan media dalam satu ruangan. Mereka adalah pekerja keras dan memberi inspirasi saya untuk ikut bekerja keras dalam membangun konten.

Namun di sinilah kesalahannya dimulai. Bloger tidak lagi mendapatkan tempat khusus. Tempat yang berbeda karena menyuguhkan pikiran dan sudut pandangnya dalam membuat tulisan.

Media dan bloger akhirnya disamaratakan. Pengalaman berharga para bloger tidak terlalu penting ketika ini jadi sama. Toh, informasi pada akhirnya juga tampil di halaman mesin pencari dan media sosial.

Tidak ada uang beli kuota internet

Saya jadi ingat ketika satu momen selesai acara di hotel, saya dan rekan bloger yang seharusnya pulang dan meninggalkan rekan media, mendapati sesuatu yang tidak kami dapatkan.

Saya dan lain memang sudah pamitan, tapi masih berdiam di lobi hotel. Beberapa waktu kemudian, rekan media pulang bersama-sama. Mereka membawa sesuatu dengan bungkusan yang saya kenal warnanya, yaitu warna ciri khas hotel.

Saya tidak mempermasalahkan sebenarnya. Perlakuan beda tentu saja, apalagi mereka dari sisi profesional pekerjaan dan dibawah naungan lembaga resmi sudah seharusnya mendapatkan.

Di momen acara lain, saya pernah liputan bareng rekan media juga. Hanya ada satu orang media yang mengikuti rombongan hotel untuk mendatangi sebuah tempat dalam momen hari jadi.

Usai acara di luar, saya dan rekan media melanjutkan liputan yang di dalam ruangan. Satu hari penuh rasanya waktu itu. 

Saya sangat bersemangat karena berada di ruangan yang tidak mungkin dimasuki orang atau tamu biasa. Di sana duduk banyak pejabat yang memiliki kepentingan dengan hotel.

Setelah makan siang, saya memutuskan pulang dan itu pun hanya ucapan terima kasih. Saya sudah biasa mendapatkan ucapan dan tidak ada niat buruk dengan itu.

Dan untuk tahun 2020, saya akan mulai memikirkan untuk tidak menerima undangan dari hotel. Tidak ada uang di sana, yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk mengisi kuota bulanan internet atau transportasi ketika tidak menggunakan sepeda.

Saat saya berbincang dengan salah satu orang hotel, ternyata benar pikiran saya bahwa bloger dikira sama seperti media pada umumnya. Sekali lagi, media itu adalah kalangan wartawan, jurnalis atau lainnya yang resmi.

Bila mengundang media tanpa memberi apapun (uang transportasi) itu tidak masalah, maka mengundang bloger itu jadi masalah buat saya.

Bloger seperti saya, pemilik blog dotsemarang, tidak mendapatkan gaji setiap bulan. Tidak ada tunjangan atau biaya operasional. Bloger itu seperti freelance. Dibayar setiap ada yang mau membayar. Lainnya, sebatas mengundang.

Kekuatan saya, hanya memiliki aset di media sosial dan kekuatan tulisan di mesin pencari. Semua itu dibangun sendiri dan menghabiskan waktu. Bila diundang datang, cuma dikasih makan, lalu bagaimana saya mengisi tulisan. 

Apalagi bila tidak mengundang, tetap saja dikirimi press rilis untuk segera diterbitkan. Masih mending dari pihak ASUS yang sudah terlalu sering memberikan perangkatnya, meski juga ada yang dipinjami. Hotel?  Ada sebagian yang memberi kamar untuk menginap.

Ini hanya sebuah prinsip tahun depan

Halaman ini bukan mengiring pikiran pembacanya bahwa ini buruk. Tidak, tidak! Ini hanya sebuah prinsip yang saya ingin bangun untuk tahun 2020.

Saya bukan bloger materialistis atau kapitalis. Saya adalah bloger yang hanya berharap blog dotsemarang tetap ada, karena saya membuatnya menjadi pekerjaan utama.

Uang bukan segalanya, tapi tanpa uang, saya tidak berdaya. Saya juga memiliki harapan untuk bisa mengganti laptop baru. Bila pendapatan saja tidak stabil, bagaimana saya memenuhi harapan saya untuk menjadi lebih baik.

Tahun 2020 sudah di depan mata. Saya sudah cukup puas dengan branding dotsemarang sebagai salah satu bloger yang ada di Kota Semarang. 

Saya juga ingin membuang persepsi bahwa sebagai bloger Semarang, saya tidak perlu dibayar untuk bicara tentang Semarang karena sudah seharusnya mengangkat Semarang. Pola pikir ini membunuh dotsemarang secara perlahan-lahan.
"Disuruh mengerti, tapi saya (dotsemarang) dibiarkan mati perlahan-lahan (tanpa internet)". Asmari.
...

Tahun 2020, saya akan menggunakan prinsip ini. Prinsip yang bertujuan bukan untuk membatasi sepenuhnya bagaimana saya tertarik datang bila diundang. Sebaliknya, saya akan tertarik datang bila tawarannya dapat membuat saya menulis dengan tenang tanpa memikirkan kuota bulanan.

Saya akan melihat bagaimana cara komunikasi hotel dapat membuka prinsip saya. Bila hanya untuk promosi tanpa mengeluarkan apapun, saya dengan senang hati merekomendasikan bloger lain. Bloger lebih baik dari saya, sangat banyak.

Mungkin dari sekarang, pihak hotel memikirkan biaya operasional untuk pengeluaran promosi yang melibatkan bloger di tahun 2020. 

Jangan dotsemarang yang disuruh mengerti karena tidak ada biaya, maka saya yang mengalah sebagai individu. Padahal manajemen hotel, memiliki anggaran, memiliki pemasukan dan sebagainya.

Saya tidak bermaksud menjadi sombong, 
saya malah senang terhubung. 
Tapi jangan biarkan saya,
Berhenti berkarya.

*Mari bersiap tanpa konten hotel di blog dotsemarang tahun 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh