Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Pergi Ke Gunung

[Artikel 30#, kategori Amir] Entah sejak kapan, gunung menjadi ramah untuk didatangin. Begitu terlihat menarik baginya seolah prestasi untuk label seorang pria. Dibalik kemewahan itu, ia lupa siapa sebenarnya dirinya.

Ketika dukungan membentuk seseorang, tak lantas harus berpaling pada kenyataan. Bahkan, melupakan. Yang terjadi hari ini adalah kesalahan dan semoga suatu hari ia menyesal melakukan.

Tebakan benar, semakin hari ia semakin jumawa. Dari yang biasa, menjadi terkesan luar biasa. Seolah kenyamanan membutakan dirinya yang sederhana.

Akhir pekan yang seharusnya datang dengan keuletan dan perhatian dari keadaan, malah dibuang dengan keinginan lebih besar. Merayakan kepuasaan batin dan hegemoni orang-orang yang saling mengenal.

Di tempat asal, rumah yang seharusnya memberi kenyamanan malah tidak diperlakukan semestinya alasan ia tinggal.

Seolah bertukar peran, siapa tuan dan siapa pembantu. Apakah pengalaman tinggal di kamar kosan membuat acuh terhadap lingkungan yang lebih besar.

Entahlah, sikap peduli yang ditunjukkan kepada banyak orang hanya mampu mereka rasakan saat awal pertemuan. 

Semoga ketidakdayaannya tidak menjadi bumerang di masa depan. Karena kita hidup bukan tentang bagaimana cara bertahan, tapi sikap peduli terhadap lingkungan yang membentuk karakter kita.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat