Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Sekali Melakukan Kebohongan, Maka Itu Bisa Jadi Kebiasaan

[Artikel 63#, kategori Pria Seksi] Ketika kita mencintai seseorang, bukan hanya diikuti rasa kebahagiaan. Tapi juga perasaan disakiti, meski terdengar sederhana di telinga. Dilema sebenarnya, satu sisi disuruh mengerti dan satu sisi tidak percaya bahwa dia melakukannya saat masih bersama. Parahnya, setelah putus pun masih melakukan hal yang sama.

Apa yang terjadi itu membuat saya tidak habis pikir. Dia melakukannya tanpa merasa bersalah. Parahnya, situasi saat itu yang sedang terjadi, kami sedang mengalami sesuatu yang tidak enak. Status kami sedang dalam hubungan.

Hari ini saya mendengarnya cerita utuhnya yang sudah membuat saya penasaran lama semenjak ia mengunggah fotonya. 

Karena status sekarang sudah tidak berhubungan, saya tidak memiliki hak untuk marah karena yang telah dilakukannya. 

Namun ternyata, kejadian terulang kembali. Hubungan pertemanan dan masih memiliki kasih sayang yang ingin saya tunjukkan, ia kembali melakukannya.

Padahal momen tertentu saat ia meminta tolong, saya berkorban diri menolongnya dari kemarahan yang dilakukan karena pekerjaan.

Ternyata beberapa hari kemudian, saya merasa terkhianati. Ia melakukannya kembali. Jerih payah untuk menjemputnya, dicuekin, dimarahin dan diabaikan hari ini terasa begitu melekit.

Ia baik-baik saja dan malah melakukan kegiatan dengan lain dan ia sangat bangga. Apa yang dilakukan saat masih berstatus hubungan, ia lakukan kembali saat kami tidak berstatus.

Menjadi kebiasaan

Pada akhirnya saya menyadari sebaik apapun yang ia katakan. Pelukan hangat yang ia berikan dan ciuman mesra penuh kehangatan yang membuat pria deg-degan, tidak akan mengubah sifat apapun pada dirinya.

Sekali berbohong, maka akan dilakukan berulang-ulang. Dan menjadi sebuah kebiasaan yang dianggap hal biasa untuknya. Benar-benar tidak merasa bersalah sekali pun ketika ini menjadi kebiasaan.

Buruknya, ketika seseorang begitu mencintainya. Pria itu hanya mempercayai saja dan merasa ia tidak bersalah apapun. Kepolosan wajah kekasih yang berbohong tidak mampu mengalahkan kebucinan seseorang yang menganggapnya ia adalah dewi.

Oh ya, itu akan merembet kemana-mana. Bukan hanya pada hubungan dua orang manusia sebagai kekasih, tapi pertemanan, pekerjaan dan lainnya.

...

Atas nama apapun, dalam berhubungan sebaiknya hindari kebohongan. Karena itu merupakan salah satu masalah yang akan memicu rasa ketidakpercayaan. 

Merasa terkhianati, terabaikan, hancurnya sebuah nilai dan perasaan sebagai manusia yang tidak dianggap. Cobalah untuk tidak melakukannya, apapaun alasannya.

Mari menjaga seseorang yang terus berusaha mencintai dan sabar menghadapi kita. Kehilangannya adalah penyesalan terbesar. Meninggalkannya (orang yang mencintai kita dengan tulus) adalah keburukan sebagai manusia yang hidup di muka bumi. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya