Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Sabtu, Hari yang Terasa Panjang

[Artikel 62#, kategori Pria Seksi] Saya mencoba menyibukkan diri untuk mengurangi aktivitas saya yang selalu menanti balasan pesan darinya. Setiap 5 menit, saya membuka aplikasi WhatsApp. Padahal saya sedang membersihkah rumah, tapi tetap saja perasaan khawatir terus menunggunya yang membuat waktu terasa melambat.

Semenjak Jumat sore dia memberitahukan bahwa ia sedang kedatangan penyakit wanita (datang bulan), saya mulai menjaga jarak. Tahulah, ketika wanita sedang kedatangan, moodnya selalu tidak bagus. Salah satu akibat sering putus rasanya dulu karena itu.

Meski begitu, saya senang bahwa ia menelpon saya yang sedang beraktivitas di Kabupaten Semarang, Susan Spa. Sayang waktunya sedikit saja karena posisi saya harus bergegas pulang. Hari itu, saya diberi fasilitas jemput antar oleh pihak tempat. Jadi tidak ada pilihan selain menurut.

Yang saya ingat adalah saya memberinya pesan sebelum menutup video call kami, tolong kasih kabar dan jangan cuek. Ia terdengar menjawab iya.

Pesan yang tidak dibalas

Mungkin ini tidak enaknya menjadi dewasa yang selalu khawatir dan berharap lebih pada manusia. Saya akhirnya sudah tiba di rumah. Saya mengabarinya dan memberi ucapan kepadanya.

Malam itu saya tidur lebih awal karena pulang tadi juga badan begitu lelah dan kehujanan. Saya tak berharap ia akan membalas pesan itu secepatnya.

Hingga pagi hari, ia tak ada respon sama sekali. Chat dibiarkan begitu saja. Beberapa kali ketika siang menjulang tinggi, ia terlihat online.

Saya masih khawatir jika moodnya tidak bagus untuk bertanya dan mengirimin pesan lainnya. Saya membiarkannya sejenak, sambil mengingat pesan video call sebelumnya bahwa saya sudah mengatakan tolong jangan cuekin saya.

Waktu terasa panjang

Malam sebentar lagi berganti. Hujan malah menyertai malam minggu dan saya tetap menunggu pesan chat berubah menjadi centang biru. Ia benar-benar tidak memikirkan saya yang menunggunya.

Saya sudah melakukan semua aktivitas dari pagi untuk sekedar membiarkan perasaan galau saya yang menanti pesan darinya dibalas. 

Entah kenapa hari Sabtu ini, waktu begitu terasa panjang. Hampir setiap menit, jam dan lebih dari itu, saya memeriksa pesan darinya.

Marah

Minggu dini hari, ia membagikan stories-nya yang memperlihatkan aktivitas bersama saudarinya setelah bekerja. Ia tampak baik-baik saja, seolah ada kebakaran di rumah tidak terasa panasnya.

Dan akhirnya, saya juga yang mengirimkan pesan kembali kepadanya. Beberapa pesan sebelumnya yang masih belum centang biru akhirnya berubah jadi biru.

Saya akhirnya marah kepadanya, meski tidak berhak lagi. Bagaimana bisa ia meninggalkan seseorang yang memikirkannya setiap waktu dan ia bersenang-senang sendiri tanpa merasa bersalah.

Seperti biasa, marah saya selalu menjadi bumerang sendiri. Ia benar-benar tidak merasa bersalah dan malah menganggap apa yang saya lakukan bukanlah yang harus ditanggapi. Kita hanyalah dua orang manusia yang sudah menjadi mantan.

Dan saya sadar bahwa ini adalah kesalahan saya yang terlalu mengkhawatirkannya seperti masih jadi kekasih. Tapi saya benar-benar marah hari ini.

Dewasa itu tidak mengenakkan

Saya adalah pria dewasa yang harus terus mengerti sifat wanita, baik saat ia bahagia dan saat ia sedih. Tidak boleh membantah dan menuruti semua kemauannya.

Kadang saya berpikir sudah melakukannya sebaik mungkin. Apa yang saya katakan dulu jangan jadi pria baik, malah saya lakukan sekarang.

Kedewasaan dari sisi umur seolah harus menyerah dan ikhlas. Memperlakukannya seperti Ratu kerajaan dan putri yang ingin disukai. Ketika ia marah, saya hanya perlu tunduk dan diam.

Entahlah, posisi sekarang ternyata ada tidak enaknya juga. Perasaan untuk mengalah begitu besar. Setelah mengalah pun, malah ditindas untuk terus mengerti. Andai saya bisa memutar waktu menjadi seperti dia, mungkin saya tidak perlu mengkhawatirkannya.

...

Saat ada seseorang yang begitu mengkhawatirkanmu, janganlah cuek. Kamu tidak sendiri, kamu hanya perlu pergi dan katakan padanya, aku baik-baik saja. Jangan sampai suatu hari kamu mengatakan tidak ada orang yang mengerti kamu. Padahal orang yang menunggumu selalu ada untukmu.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh