Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Ngutang Iuran Futsal

[Artikel 58#, kategori futsal] Setelah satu pekan terlewati, saya akhirnya kembali. Ya, futsal tiap kamis malam. Sayangnya, saya terpaksa ngutang iuran dulu sama teman yang awal mula mengajak saya ke tempat baru. Sungguh, saya tidak mengira harus melakukan ini demi futsal.

Seperti biasa menuju lokasi futsal dengan bersepeda. Malam ini (3/12), saya lebih percaya diri. Jaket yang saya kenakan sangat bagus menurut saya. Jaket tersebut hasil dari pulang kemarin yang sebenarnya milik adik bungsu saya. Syukurlah diperbolehkan dibawa. Saya benar-benar menyukainya.

Mengalihkan galau sesaat

Dengan kembali bermain futsal, setidaknya dunia kegalauan sedikit teralihkan. Memikirkan dia tidak ada habisnya. Mungkin ini yang dirasakan orang-orang yang  patah hati dan masih sangat menyayangi.

Namun dasarnya pria berzodiak cancer, maaf sebagian maksudnya, pulangnya malah tetap melow. Malam yang dingin dibalut lampu-lampu yang hilir mudik, tidak mampu membendung air mata ketika selesai bermain futsal.

Hanya ada 2 ribu di dompet

Andai teman saya tidak membayarkan iuran, mungkin saya tidak bermain futsal hari ini. Saya bersyukur masih ada orang baik yang bisa diminta tolong.

Saya harap segera mendapatkan pemasukan, bila tidak saya akan malu bila kembali minta bayarin untuk sewa lapangan. Tidak ada makan gratis hari ini. Maka jangan heran banyak orang pergi meninggalkan saya.

Saat mencoba mengecek dompet sebelum pergi malamnya, isinya cuma 2 ribu. Uang digital pun hanya ada 20 ribu. Benar-benar prihatin bahwa Desember harus saya awali dengan kondisi buruk seperti ini.

Kehilangan gairah

Perasaan menggebu-gebu ingin segera bermain ternyata luntur setelah berada di lapangan. Rasa cemas dan khawatir membuat saya tidak fokus.

Sepertinya dampak galau ikut merasuk ke lapangan. Sempat saya alihkan dengan membaca komik, malah bertambah parah perasaannya. Saya kehilangan gairah bermain.

Benar-benar buruk menyelesaikan 2 pertandingan dengan tidak fokus saat bermain. Dan pulang dengan wajah bertopeng. Satu sisi tersenyum saat berpamitan, satu sisi saya sedih dan letih.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh