Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s...

Akhirnya Futsal Juga di Masa Pandemi

[Artikel 55#, kategori futsal] Setelah 6 bulan lebih, akhirnya saya bisa bermain futsal lagi. Ada kegembiraan tersendiri meski dibalut luka saat menerima pesan dari sesama rekan futsal. Saya langsung setuju ketika ajakan itu datang meski hanya beberapa jam lagi sebelum bermain yang dijadwalkan jam 7 malam.

Dia masih bungkam, tak ada tanggapan sama sekali. Seolah chat yang dikirimkan awal bulan adalah keputusan mutlak yang tak boleh digugat. Saya yang belum terima karena ditinggal begitu saja sangat beruntung malam itu sedikit teralihkan kondisinya.

Masih kaku

Saya datang seperti yang dijanjikan dengan sepeda yang biasa digunakan, kamis malam (5/11). Lokasinya sedikit jauh dari biasanya. Dan harinya pun berbeda. Bila sebelum pandemi, saya sering tidur lebih lama setiap Jumat malam, kali ini Kamis malam. 

Membayangkan malam Jumat dan bersepeda malam hari di atas jam 9 ? Ternyata menyeramkan juga, apalagi lokasi tempat futsal dan jalan besar, sedikit gelap. Saya coba buang pikiran negatif tersebut meski mulut sering nyebut (baca doa).

Teman yang mengajak saya, datang juga akhirnya. Saya sempat bingung meski datang ke tempat futsal ini bukan kali ini saja. 

Beberapa orang juga mulai berdatangan. Teman saya menyuruh saya pemanasan, karena ia tahu bahwa saya tidak pernah bermain futsal lagi sejak bulan April.

Saya sudah melakukan semuanya seperti biasanya. Keringat terus mengucur permukaan kulit leher hingga wajah. Entah apakah itu jadi petanda bahwa saya jarang berolahraga? Padahal hampir setiap hari, tubuh saya diajak bergerak. Meski hanya dengan bersepda.

Bola sudah ditaruh di tengah lapangan. Jumlah orangnya kali ini lebih banyak dari jumlah biasanya kami bermain. Totalnya ada 6 pemain masing-masing tim.

Tubuh mulai mengikuti irama, bergerak ke sana kemari. Saya tahu bahwa tidak mudah melalui futsal kali ini. Apalagi banyak wajah yang tidak dikenal. Beberapa orang memang ada yang kenal.

Evaluasi saya setelah akhirnya berganti tim adalah tubuh saya benar-benar terasa tidak lelah. Hanya saja semuanya tidak sesuai harapan. Tubuh saya masih kaku sekali.

Berkali-kali operan mudah diambil pihak lawan. Visi bermain saya tidak dapat menjangkau sesama pemain karena kaki yang seharusnya mengikuti tubuh atas, tidak dapat menyelesaikan. Bahkan yang termudah sekalipun.

...

Seharusnya ketika pulang dan sampai di rumah, dia bakal mengomel seperti biasanya. Sayangnya, itu tidak ada lagi. Saya rindu omelannya meski tahu terkadang ia memaksakan.

Saya menyukai futsal dan berharap setiap Minggu bisa bermain rutin. Tidak ada gratis untuk bergabung. Tidak masalah untuk iuran setiap Minggu.

Futsal benar-benar menyenangkan meski keringat jadi tantangan. Oh ya, hujan yang mewarnai kedatangan sampai kelapangan.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Akhirnya Mereka Mudik Juga

Perjalanan Pulang Pergi ke Hotel The Wujil Resort & Conventions