Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Dari Bulan September Sampai November, Kebanjiran Konten Wisata di Blog dotsemarang

[Artikel 132#, kategori dotsemarang] Menyenangkan bisa terlibat dengan kegiatan pariwisata, apalagi skala provinsi. Bisa jalan-jalan gratis, dapat akses, rame-rame dan paling penting adalah status sebagai blogger. Namun semua itu sirna setelah tiba di rumah. Seperti biasa, tugas menulis yang harus disegerakan.

Saya senang saat pandemi sekarang ini, sejak bulan September hingga November, saya bisa jalan-jalan ke luar kota. Membayangkan antara hobi dan pekerjaan yang berjalan seiringan itu benar-benar melegakan.

Dibayar pastinya, tapi

Meski kebahagian utama adalah hobi yang dapat dibayar, tetap saja yang namanya perjalanan selalu ada banyak kisah yang dapat ditampilkan. Itu adalah konten ekslusif, dan tidak semua orang memilikinya.

Sayangnya kegembiraan itu harus memakai kata maklum. Terkadang harga sama rupa dengan peserta lain. Kadang pula juga, dari awal sudah diberitahukan bahwa mereka hanya mampu memberi sedikit. Tapi dengan jaminan bahwa semua akses tempat wisata, tinggal kita datangi saja.

Di sini mau mengeluh tidak bisa. Mau pasang tarif juga, tidak tega. Apalagi minta bayar di muka, nah ini hanya bercanda. Sebagai bloger masih rasa lokal, saya masih memikirkan konten dan nilai sebuah portofolio. Lainnya adalah bonus, sekecil apapun itu.

Wisata era new normal

Semenjak bulan September, tempat-tempat wisata yang sudah dikunjungi diantaranya mulai dari desa wisata, wisata buatan, wisata yang sudah pakem dari dulu hingga tempat wisata yang diutamakan.

Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang hingga Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Jawa Tengah adalah penyelenggara yang paling sering mengajak saya untuk pergi.

Tujuannya kali ini bukan tentang bagaimana menariknya tempat tersebut sebagai konten utama, tapi bagaimana penerapan protokol kesehatan yang ditawarkan sesuai rekomendasi.

Tantangan

Persoalannya datang setelah pulang. Saya bukan penganut tulisan panjang hingga ribuan kata. Saya lebih menyukai tulisan pendek agar pembaca tetap fokus pada tema yang lebih spesifik.

Beberapa bloger menuliskannya dalam satu halaman di mana tulisannya berisi satu hari perjalanannya. Padahal dalam perjalanan, bisa saja lebih dari dua kunjungan dan sangat melelahkan untuk saya baca dalam satu halaman.

Tapi tiap orang berbeda, wajar banyak yang tidak sama untuk menyampaikannya. Itulah mungkin mengapa perbedaan itu indah.

Catatan perjalanan

Saya sudah menuliskannya di blog dotsemarang, jadi tidak lagi menaruh tempat-tempat apa saja yang dikunjungi. Berikut beberapa catatannya.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun