Catatan
7 Tahun Pacaran, Akhirnya Putus Juga
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
[Artikel 59#, kategori Pria Seksi] Saya sebenarnya memiliki banyak cerita tentang hubungan yang seperti judul tulisan ini. Namun entah kenapa, momennya kali ini bertepatan dengan kisah asmara saya baru-baru ini. Dan kisah ini baru diceritakan oleh seseorang kepada saya saat kami bertemu.
Dia adalah pria yang dari kacamata saya adalah mampu dan kuat dari sisi finansial. Bila ingin menikah pun rasanya mudah, tak terkendala dana. Apalagi selain pekerjaannya yang saya anggap menarik, ia memiliki usaha yang dibangunnya pada saat pandemi bersama temannya.
Pria sempurna
Saya kemudian membandingkannya dengan diri saya yang ibarat bagai langit dan bumi. Benar-benar jauh, termasuk umur yang juga terpaut jauh antara dia dan saya. Pria muda yang bakal membuat para wanita bahagia. Andai saya sesukses itu sebagai pria saat berusia di bawah 30 tahun.
Namun ketika ia berbicara hubungan asmara, wajahnya tidak menutupi bahwa ia menderita dan menyedihkan. Saya yang mendengar bahwa ia telah memiliki hubungan sejak masa SMA, jadi prihatin juga. Bandingkan dengan saya yang belum genap setahun, sudah merasa seolah dunia runtuh karena diputusin tiba-tiba.
Dia, teman yang saya kenal karena aktivitas ngeblog, malah lebih menderita dari saya. Membayangkan 7 tahun berpacaran dan kedua keluarga sudah sangat dekat, bagaimana perasaannya? Saya, benar-benar super galau andai berada diposisinya. Mungkin akan berdoa sama Tuhan agar bisa mengembalikan diri saya mundur ke belakang untuk mengubah keadaan.
Gila aja, 7 tahun itu bukanlah waktu yang sebentar. Apalagi rencana menikah yang seharusnya dilaksanakan tahun ini, terpaksa mundur karena pandemi datang. Dan di sanalah mereka berpisah.
Bekerja, alasan yang sama
Lupakan bagaimana kami para pria menjadi melow karena putus cinta. Satu hal yang saya tangkap adalah mereka putus saat si wanita mulai bekerja dan mulai menjadi tenar.
Mendadak saya seperti dipanah dari lokasi yang tidak diketahui yang langsung menembus kepala saya. 'Kok kurang lebih sama ceritanya dan akhirannya?'
Pasangan saya pun melakukannya saat ia akhirnya bekerja. Keinginan kuatnya yang ingin saya imbangi dengan pengorbanan, malah diakhiri dengan alasan yang selama ini dibiarkan, mengalir seperti air. Saya mengerti bahwa ia juga menderita dan ingin berubah, tapi...ah sudahlah.
...
Saya tahu bahwa saya tidak ada apa-apanya dibandingkan dia, teman saya ini. Saya seperti butiran debu dimatanya dan tak layak menangis karena cuma hal seperti itu.
Tapi, saya bangga dengannya yang mau menceritakan sesuatu yang rasa sulit diutarakan. Apalagi, kami tidaklah dekat sebagai teman. Hanya rekan sesama pekerja yang memiliki hubungan timbal balik saja.
Sekuat apapun pria, saya yakin dia pun menangis dalam hatinya. Bagi pria, menangis adalah kelemahan yang paling bawah. Saya harap, setiap pria memiliki kekuatan ketika menghadapi dilema seperti kisah ini.
Tidak apa-apa, kamu baik-baik saja, kok. Menangislah bila itu membuatmu sedih. Dan bangunlah setelah itu, karena tangisanmu tidak berarti bagi wanita yang merasa sangat tersakiti. Ia tidak akan kembali, kecuali masih memiliki hati sebagai manusia.
Artikel terkait :
- Tantangan Bulan November, Putus yang Ke-9 Kali
- Ada Alasan Punya Helm Hari Ini
- Menjadi Kekasih yang Berlebihan
- Pria Menangis Saat Pernikahan
- Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar