Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Awalnya Izin Tidak Main, Eh Malah Bisa Main


[Artikel 52#, kategori futsal] Saya sudah pasrah ketika Jumat pekan ketiga di bulan Maret harus dilewati karena berkegiatan ke luar kota lagi bareng Disporapar Jateng. Dari sini saya belajar, secinta-cintanya saya bermain futsal, tetap saja teralihkan ketika harus liputan.

Saya sedang berada di bis, melihat pemandangan indah yang dilewati. Hari kedua, Jumat (13/3), saya tidak menyangka bahwa alasan futsal kali ini lagi-lagi karena sebuah pekerjaan. Saya sedih kenapa tahun ini banyak kegiatan dilakukan pas ada hari Jumat-nya.

Sebelum hari keberangkatan, saya bingung bagaimana bola yang saya bawa untuk dipakai setiap bermain harus saya kasihkan kepada salah satu rekan. Untunglah itu dapat dilakukan dan saya tenang bola dapat digunakan hari Jumat besok.

Karena kepergian kali ini adalah tanggung jawab dari sebuah pekerjaan, saya mengikhlaskan diri untuk tidak bermain. Kesempatan seperti ini tidak mungkin saya lepaskan.

Namun kebahagiaan itu datang seperti melihat sinar matahari terbit di pagi hari. Kunjungan tempat wisata rombongan kami ternyata berakhir lebih cepat. Itu artinya saya dapat bermain futsal malam harinya.

Saya tidak menyangka bahwa itu benar-benar nyata saat akhirnya tiba di depan kantor Disporapar Jateng yang berada di jalan Pemuda sore hari. Masih ada beberapa jam dan kali ini dipastikan tidak terlambat datang ke lapangan.

Ini luar biasa, perasaan saya saat sudah di dalam lapangan.
Saya tidak jadi libur futsal.

Tubuh yang tidak banyak beristirahat kali ini karena kebanyakan duduk dalam perjalanan dengan bis, mendadak teralihkan dengan kebahagiaan.

Aneh rasanya bahwa cinta itu dapat mengubah waktu. 
Terima kasih, Tuhan.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya