Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Hujan-hujan


[Artikel 7#, kategori Dibalik Layar] Saya tidak menyangka saya melakukannya. Malam-malam bersepeda dengan hujan yang membasahi tubuh, saya tiba di lokasi yang telah saya tandai. Apakah pengorbanan ini semata demi konten atau demi rasa menghargai karena telah diberi kesempatan.

Akhirnya, postingan blog tentang restorang Jepang yang buka di Kota Lama telah dirilis di blog dotsemarang. Sedikit lama memang dari tanggal kunjungan untuk menerbitkannya. Sebenarnya tidak ingin menundanya lebih lama, hanya pioritas postingan yang tidak berbayar memang saya selalu biarkan lebih lama.

Hujan deras 

Melihat artikel yang dirilis rasanya begitu menggoda. Apakah menjadi bloger itu selalu menyenangkan seperti itu? Diundang, datang dan makan-makan. Apakah kamu ingin jadi bloger?

Tidak-tidak, jangan jadi bloger. Lebih baik kamu menjadi yang lain saja. 

Berangkat dari rumah, hujan yang turun dari sore sedikit reda. Hanya gerimis manis manja saat pedal sepeda yang saya kayuh menerobos lampu jalanan dan sorotan kendaraan.

Kedamaian itu tidak berlangsung lama rupanya. Hujan yang selalu tidak merata, mau tidak mau membuat saya mengeluarkan jas hujan plastik transparant yang dibeli di minimarket kurang dari 15 ribu rupiah.

Saya pikir dengan jas hujan, semua terasa aman. Terutama isi tas yang berisi gadget dan dompet. Dan tidak lupa pakaian baru yang sudah saya siapkan karena setiap datang ke acara dengan bersepeda, saya membawa pakaian ganti.

Kota Lama yang malam hari dengan guyuran hujan terlihat romantis. Jalanan yang biasanya rame orang-orang berswafoto tidak terlihat. Mereka pada menepi berlindung diri.

Melihat mereka seolah ada sorotan mata melihat pemuda bodoh yang sedang bermain hujan melaju kurang dari 15km. Entah apa yang sebenarnya mereka pikirkan.

Waktunya makan

Akhirnya saya tiba di lokasi yang dituju. Seluruh tubuh terasa basah dan berharap jas hujan tidak bocor tembus ke badan. Namun tetap saja, air masih membasahi sebagian celana pendek yang saya kenakan.

Dinginnya malam terobati setelah masuk ke dalam. Saya harus mengganti pakaian dahulu dan mengganti sendal dengan sepatu yang sudah saya siapkan. Saya sengaja memakai sendal karena saya tahu hujan tidaklah berhenti begitu saja.

Cerita lengkapnya ada di blog dotsemarang.

Meski pernah makan makanan Jepang, saya baru tahu makanan Jepang versi ini. Pengalaman pertama dan memang memalukan untuk saya. Tapi rekan media yang mengundang saya pasti tidak salah memilih saya untuk ikut bergabung dengannya.

Hangatnya makanan malam itu memang memberi kenyamanan. Itu benar-benar mengenyangkan sekali. Meski sedikit gugup karena harus sepenuhnya menggunakan sumpit, saya tetap menikmatinya.

Melawan pakem

Urusan di tempat ini akhirnya selesai. Hujan masih mengguyur dan seolah tak merestui saya datang ke sini. Saya harus melepas sepatu kembali dan mengenakan sendal. Sepeda yang ditaruh (parkir) samping untungnya masih ada. Saya tidak tahu lagi jika kendaraan satu-satunya ini hilang.

Saya ingin jujur bahwa undangan ini hanyalah untuk makan-makan saja dan menuliskannya ke blog tentunya. Jangan berharap ada uang transport karena tempatnya terlihat bagus. Tidak-tidak. Saya hanya menghargai undangan yang datang ke saya.

Apalagi yang mengundang rekan media. Saya ingin menjaga hubungan baik dan tidak melewatkan kesempatan saat diajak. Hubungan di masa depan merupakan harga mahal.

Akhirnya saya kembali ke rumah dengan hujan yang menemanin. Demi ke sini, saya melawan pakem yang sudah buat dan konsisten dilakukan. Saya terpaksa tidak tidur lebih cepat, dan harus makan malam yang selama ini saya hindari. Sungguh saya berjuang untuk ini.

Terima kasih untuk kesempatan ini.

*gambar : Ilustrasi

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Piala Usia U-23: Timnas Untuk Pertama Kalinya Kalahkan Korea Selatan