Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Hujan-hujan


[Artikel 7#, kategori Dibalik Layar] Saya tidak menyangka saya melakukannya. Malam-malam bersepeda dengan hujan yang membasahi tubuh, saya tiba di lokasi yang telah saya tandai. Apakah pengorbanan ini semata demi konten atau demi rasa menghargai karena telah diberi kesempatan.

Akhirnya, postingan blog tentang restorang Jepang yang buka di Kota Lama telah dirilis di blog dotsemarang. Sedikit lama memang dari tanggal kunjungan untuk menerbitkannya. Sebenarnya tidak ingin menundanya lebih lama, hanya pioritas postingan yang tidak berbayar memang saya selalu biarkan lebih lama.

Hujan deras 

Melihat artikel yang dirilis rasanya begitu menggoda. Apakah menjadi bloger itu selalu menyenangkan seperti itu? Diundang, datang dan makan-makan. Apakah kamu ingin jadi bloger?

Tidak-tidak, jangan jadi bloger. Lebih baik kamu menjadi yang lain saja. 

Berangkat dari rumah, hujan yang turun dari sore sedikit reda. Hanya gerimis manis manja saat pedal sepeda yang saya kayuh menerobos lampu jalanan dan sorotan kendaraan.

Kedamaian itu tidak berlangsung lama rupanya. Hujan yang selalu tidak merata, mau tidak mau membuat saya mengeluarkan jas hujan plastik transparant yang dibeli di minimarket kurang dari 15 ribu rupiah.

Saya pikir dengan jas hujan, semua terasa aman. Terutama isi tas yang berisi gadget dan dompet. Dan tidak lupa pakaian baru yang sudah saya siapkan karena setiap datang ke acara dengan bersepeda, saya membawa pakaian ganti.

Kota Lama yang malam hari dengan guyuran hujan terlihat romantis. Jalanan yang biasanya rame orang-orang berswafoto tidak terlihat. Mereka pada menepi berlindung diri.

Melihat mereka seolah ada sorotan mata melihat pemuda bodoh yang sedang bermain hujan melaju kurang dari 15km. Entah apa yang sebenarnya mereka pikirkan.

Waktunya makan

Akhirnya saya tiba di lokasi yang dituju. Seluruh tubuh terasa basah dan berharap jas hujan tidak bocor tembus ke badan. Namun tetap saja, air masih membasahi sebagian celana pendek yang saya kenakan.

Dinginnya malam terobati setelah masuk ke dalam. Saya harus mengganti pakaian dahulu dan mengganti sendal dengan sepatu yang sudah saya siapkan. Saya sengaja memakai sendal karena saya tahu hujan tidaklah berhenti begitu saja.

Cerita lengkapnya ada di blog dotsemarang.

Meski pernah makan makanan Jepang, saya baru tahu makanan Jepang versi ini. Pengalaman pertama dan memang memalukan untuk saya. Tapi rekan media yang mengundang saya pasti tidak salah memilih saya untuk ikut bergabung dengannya.

Hangatnya makanan malam itu memang memberi kenyamanan. Itu benar-benar mengenyangkan sekali. Meski sedikit gugup karena harus sepenuhnya menggunakan sumpit, saya tetap menikmatinya.

Melawan pakem

Urusan di tempat ini akhirnya selesai. Hujan masih mengguyur dan seolah tak merestui saya datang ke sini. Saya harus melepas sepatu kembali dan mengenakan sendal. Sepeda yang ditaruh (parkir) samping untungnya masih ada. Saya tidak tahu lagi jika kendaraan satu-satunya ini hilang.

Saya ingin jujur bahwa undangan ini hanyalah untuk makan-makan saja dan menuliskannya ke blog tentunya. Jangan berharap ada uang transport karena tempatnya terlihat bagus. Tidak-tidak. Saya hanya menghargai undangan yang datang ke saya.

Apalagi yang mengundang rekan media. Saya ingin menjaga hubungan baik dan tidak melewatkan kesempatan saat diajak. Hubungan di masa depan merupakan harga mahal.

Akhirnya saya kembali ke rumah dengan hujan yang menemanin. Demi ke sini, saya melawan pakem yang sudah buat dan konsisten dilakukan. Saya terpaksa tidak tidur lebih cepat, dan harus makan malam yang selama ini saya hindari. Sungguh saya berjuang untuk ini.

Terima kasih untuk kesempatan ini.

*gambar : Ilustrasi

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh