Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Dunia Tanpa Tayangan Sepak Bola


[Artikel 37#, kategori sepakbola] Tiada menyangka bahwa asyiknya pertandingan sepak bola di televisi akhirnya berakhir karena wabah. Pengorbanan beli kuota hingga meniadakan malam minggu karena tidak memiliki pasangan, kini terasa hampa. Dunia seakan berhenti begitu saja.

Virus Corona benar-benar berhasil menghentikan sebuah negara, termasuk liga-liga Eropa. Indahnya La Liga, Cepatnya Liga Inggris dan Asyiknya melihat bintang Seri A, kini bukan lagi menjadi daftar aktivitas rutin di depan layar.

Sepak bola telah hilang

Bila hanya sebagai penonton saja, sebenarnya saya diuntungkan dari sisi hemat kuota. Waktu yang banyak luang dan pikiran yang lebih tenang karena tim kesayangan tidak kalah bertanding semalam.

Namun bagaimana dengan penonton yang membeli tiket terusan satu musim? Para pekerja stadion, pemasukan klub hingga nasib hak siar televisi yang berdampak pada gaji pemain. Semua dibuat pusing memikirkannya.

Bagi sebagian penduduk dunia, sepak bola menjelma layaknya kepercayaan. Sepak bola tidak lagi tentang kesenangan dan impian, tapi sebuah industri yang menguntungkan.

Sengitnya Liga Eropa dan Liga Champions bukan hanya membuat waktu tidur para pekerja pagi dan mereka yang beraktivitas di dunia pendidikan terganggu. Tapi itulah seni kenikmatannya bagi para penggemar sejati klub kesayangan.

Bagi saya, penonton layar biasa, hanya berdampak kehilangan gairah yang biasanya menunggu dengan semangat tiap akhir pekan. Meski tim kesayangan kalah.

Bagaimana nasib para pemainnya?

Saya tidak tahu karena saya bukan Lionel Messi atau Ronaldo. Saya hanya berbicara tentang apa yang saya rasakan saja sebagai penggemar biasa.

Corona yang memberi ketakutan akan selalu diingat dalam pikiran setiap orang di dunia ini. Sepak bola yang menyenangkan, menggembirakan dan bahkan ngeselin sudah tidak lagi bersama saya beberapa minggu ini.

Saya harap wabah ini lekas pergi dan mengembalikan rutinitas saya setiap akhir pekan dan tengah pekan setiap sebulan sekali. Mari berharap yang terbaik untuk kita semua.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya