Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Dunia Tanpa Tayangan Sepak Bola


[Artikel 37#, kategori sepakbola] Tiada menyangka bahwa asyiknya pertandingan sepak bola di televisi akhirnya berakhir karena wabah. Pengorbanan beli kuota hingga meniadakan malam minggu karena tidak memiliki pasangan, kini terasa hampa. Dunia seakan berhenti begitu saja.

Virus Corona benar-benar berhasil menghentikan sebuah negara, termasuk liga-liga Eropa. Indahnya La Liga, Cepatnya Liga Inggris dan Asyiknya melihat bintang Seri A, kini bukan lagi menjadi daftar aktivitas rutin di depan layar.

Sepak bola telah hilang

Bila hanya sebagai penonton saja, sebenarnya saya diuntungkan dari sisi hemat kuota. Waktu yang banyak luang dan pikiran yang lebih tenang karena tim kesayangan tidak kalah bertanding semalam.

Namun bagaimana dengan penonton yang membeli tiket terusan satu musim? Para pekerja stadion, pemasukan klub hingga nasib hak siar televisi yang berdampak pada gaji pemain. Semua dibuat pusing memikirkannya.

Bagi sebagian penduduk dunia, sepak bola menjelma layaknya kepercayaan. Sepak bola tidak lagi tentang kesenangan dan impian, tapi sebuah industri yang menguntungkan.

Sengitnya Liga Eropa dan Liga Champions bukan hanya membuat waktu tidur para pekerja pagi dan mereka yang beraktivitas di dunia pendidikan terganggu. Tapi itulah seni kenikmatannya bagi para penggemar sejati klub kesayangan.

Bagi saya, penonton layar biasa, hanya berdampak kehilangan gairah yang biasanya menunggu dengan semangat tiap akhir pekan. Meski tim kesayangan kalah.

Bagaimana nasib para pemainnya?

Saya tidak tahu karena saya bukan Lionel Messi atau Ronaldo. Saya hanya berbicara tentang apa yang saya rasakan saja sebagai penggemar biasa.

Corona yang memberi ketakutan akan selalu diingat dalam pikiran setiap orang di dunia ini. Sepak bola yang menyenangkan, menggembirakan dan bahkan ngeselin sudah tidak lagi bersama saya beberapa minggu ini.

Saya harap wabah ini lekas pergi dan mengembalikan rutinitas saya setiap akhir pekan dan tengah pekan setiap sebulan sekali. Mari berharap yang terbaik untuk kita semua.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh