Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Susahnya Konsisten Di Hari Senin

[Artikel 20#, kategori rumah] Ada saja halangan yang datang di hari Senin. Entah karena dari diri sendiri atau hal-hal lain, seperti kemarin karena ada kegiatan. Kata hati kecil, sudah besok bisa dilakukan. Dan akhirnya keterusan sifat menunda. Konsisten itu sulit, bos!

Setiap hari Senin, saya selalu memikirkan sore hari terkait aktivitas membersihkan rumah. Ya, menyapu dan mengepel. Ini adalah tugas yang saya atur buat diri sendiri di rumah yang saya tinggali, meski hanya menumpang.

Saya adalah orang yang konsisten, tapi entah kenapa selalu aja gagal menghadapi kenyataan. Semua kekuatan pikiran sudah dikumpulkan, nyatanya saya tetap meninggalkan.

Bila tidak dikerjakan hari Senin, saya terpaksa memaksa diri menyelesaikan di hari Selasa. Paling buruk dari gagalnya konsisten yang pernah saya lakukan adalah tidak melakukan apa-apa.

Dan hari Jumat tiba. Hari kedua dalam seminggu melakukan pekerjaan rumah. Hari Jumat maupun Senin yang seharusnya tinggal lakuin saja karena sudah terbiasa, juga tetap gagal konsisten.

Saya jadi bertanya-tanya pada diri sendiri, mengapa saya gagal konsisten. Padahal saya mengagung-agungkan sifat konsisten dalam mengarungi kehidupan.

Manusiawi memang, tapi ini bukan alasan. Semua kembali pada tekad dan motivasi. Terkadang konsisten gagal karena hal remeh temeh. Semoga kamu tidak mengalaminya. Karena yang konsisten saja masih kesulitan, apalagi kamu yang tidak konsisten.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh