Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Senin yang Tak Seperti Biasanya


Setahun terakhir, Saya menyukai Senin. Mengaturnya sedemikian rupa dan memperlakukan layaknya diri sendiri dengan tegas dalam sikap disiplin. Kini, konsisten itu sangat sulit. Dan juga membuat perasaan meledak-ledak.

Saya tidak tahu apakah ini dampak dari akhir tahun atau memang saya saja yang sedang baper. Pekerjaan yang rutin dilakukan setiap Senin mendadak sulit dikerjakan.

Pekan kedua, rumah sedang dalam perbaikan sisi ruangan dapur. Tentu ada orang yang mengerjakannya. Aktivitas saya sangat terganggu, khususnya rutinitas yang tak pernah terbanyangkan akan kalah karena hal kecil begini.

Mungkin kamu tidak mengerti perasaan orang yang selalu rutin melakukan secara intens. Apalagi bertahun-tahun. Ketika itu diganggu, sekecil apapun, itu menjadi masalah sendiri. Khususnya perasaan.

Selain beberapa aktivitas terganggu, termasuk sepi yang saya anggap sebuah kemewahan, kamar mandi juga turut berdampak.

Saya menjaga kebersihannya dengan baik. Dan tak segan menyemprot orang yang memakainya, terutama orang rumah. Lagi-lagi apa yang dijaga selama ini, kini tidak berarti. Ilmu maklum harus diterapkan.

Lebih baik saya diam

Pikiran saya ingin meledak, perasan saya menggebu-gebu ingin mengumpat. Tapi saya tersadar bahwa rasanya itu hanya sia-sia belaka.

Saya memilih diam dan membiarkan. Biarkan tubuh saya yang bekerja meski sakit hati ini. Percuma memikirkan dan membuang waktu. Anggap saja ini porsi tambahan berolahraga.

...

Saya menyukai Senin karena saya sudah mengatur semua aktivitas. Jam segini melakukan ini, jam selanjutnya melakukan itu dan lain sebagainya.

Saya harap, Senin kembali normal dan perasaan saya tidak lagi terombang-ambing.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya