Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Tangan yang Tak Mampu Bertahan


[Artikel 45#, kategori futsal] Beberapa Minggu menjadi kiper, akhirnya harus merelakan berganti posisi seperti biasanya. Sebuah sepakan keras dari luar kotak pinalti, benar-benar menghancurkan momen pekan terakhir di bulan November.

Persiapan matang sudah dilakukan beberapa jam sebelum berangkat. Tak ada perasaan salah hari itu, Jumat (29/11). Saya juga sedang mencoba minuman energi beberapa minggu terakhir yang saya konsumsi satu jam sebelum bermain.

Bertahan kurang dari 10 menit

Akhir bulan yang diprediksi sepi, rupanya tidak terjadi. November benar-benar penuh semangat buat rekan-rekan futsal yang konsisten datang.

Tidak heran, kali ini saya bukan orang yang pertama datang seperti Jumat-jumat sebelumnya. Luar biasa semangat mereka.

Setelah pemanasan sesaat, permainan segara dimulai. Jumlah pemain lebih dari cukup untuk membaginya menjadi dua. Bahkan di luar lapangan, sudah ada banyak rekan futsal yang bisa dibuat satu tim.

Saya seperti biasa mengambil inisiatif menjadi kiper. Entah kenapa, gol-gol datang silih berganti. Saya kebobolan lebih cepat dari biasanya.

Satu momen yang menghancurkan kiprah saya datang saat pemain lawan menendang dengan kencang ke arah gawang. Saya sangat sigap untuk menghadang dengan tangan kiri. Bola berhasil ditepis yang mengarah sisi kiri bawah tiang gawang.

Di sinilah kejadian yang mengkhawatirkan terjadi. Tangan saya seperti tertembak. Pergelangan tangan sangat terkejut layaknya tersengat listrik. Saya merintih kesakitan dan berharap ini tidak patah.

Akhirnya saya pun diganti dan keluar permainan. Lengan kiri benar-benar sangat sakit. Apakah berwarna biru atau merah? Tidak ada, saya sangat beruntung bahwa ini cuma semacam sakit. Tidak bengkak maupun patah. Saya bersyukur sekali.

Tetap melanjutkan

Sakit yang tidak bisa hilang mau tidak mau terus saya rasakan. Meski begitu, saya tetap ingin bermain. Ada alasan sangat baik untuk tidak menjadi kiper kali ini.

Saya tetap ikut bermain hingga akhir waktu sewa lapangan. Entah apakah hari Jumat besok, awal Desember saya akan kembali menjadi kiper atau kembali ke posisi sebagai pemain biasa.

...

Saya sangat khawatir ketika kondisi tangan tidak baik-baik saja hingga saya pulang ke rumah. Bagaimana saya bisa mengetik nantinya? Saat pulang naik sepeda pun, saya juga khawatir.

Untunglah, hingga saya mengetik tulisan ini, tangan sudah lumayan kembali baik seperti biasa. Akhir November yang tidak akan saya lupakan kali ini.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh