Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Kedatangan

[Artikel 22#, kategori rumah] Sama seperti tahun lalu, akhir tahun selalu ramai di rumah. Pandemi yang menghantui, tak lagi menyeramkan. Mereka akhirnya datang hari ini, Kamis siang (24/12), setelah hampir satu tahun tak menengok rumah yang mereka miliki. Kesepian yang paling indah selama hidup, terpaksa kembali terusik. Selamat datang, pemilik rumah.

Bila tahun lalu membawa banyak orang, kali ini hanya sedikit. Tapi kedatangan kali ini membawa hal baru dan yang pertama kalinya. Tiba juga saatnya saya bisa bertemu pertama kali dengan menantu mereka. Anak paling tua yang pernikahannya beberapa bulan kemarin, sudah diperkenalkan sekarang.

Menerima saja

Kedatangan seperti ini tentu hal biasa dan tak perlu dibicarakan lagi. Yang pasti, kemewahan (baca kesepian) yang selama ini begitu menyenangkan akibat pandemi, harus berakhir. Mau tidak mau, saya harus menerima saja. Toh, saya hanya menumpang dan menjaganya saja.

Menerima membuat saya sadar siapa saya dan posisi sebagai apa di sini. Menerima membuat saya rendah hati dan terlihat sederhana. Saya adalah pria biasa yang selalu percaya bahwa konsisten akan terbayar kemudian hari.

Selamat datang para penghuni.

Saya harap rumah yang dijaga ini tidak terlihat kotor dan kumuh. Saya setiap hari membersihkannya. Bila masih kurang, mungkin itu wajar. Pria sekeras apapun berusaha, tetap kalah saat wanita yang mengurus rumah.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya