Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Kalau Sampai 1 Jam, Saya Pulang!

[Artikel 15#, kategori Dibalik Layar] Hari ini, Jumat (18/12), saya akan pergi ke Kabupaten Semarang. Menghadiri acara yang digelar Susan Spa. Meski juga tidak sepenuhnya mengikuti karna saya diberikan kebebasan untuk menjelajah tempat mereka. Persiapan semuanya sudah dilakukan, tinggal nunggu dijemput di tempat yang sudah dijanjikan. Lama juga nunggu jemputan.

Jam 10 tepat, saya sudah tiba di halte Trans yang berada di depan Lotte Mart. Kami janjian di situ sebelumnya. Sayangnya, satu hari sebelum pergi, orang yang bekerja di Susan memberitahukan jika yang menjemput bukan dirinya. Tapi, ada orang lain nantinya.

Kapok ngajak blogger

Beberapa hari sebelumnya saya dihubungi seseorang yang pernah saya temui pertama kali di Susan, yakni orang pemasaran (marketing). Ia ingin saya pergi ke tempatnya untuk sekedar melihat dan membuat saya mendapatkan banyak konten lagi untuk tempat tersebut.

Jadi, saya diundang bukan untuk liputan sebenarnya. Tapi sebagai undangan datang saja. Namun mau gimana lagi, ketika jiwa-jiwa jurnalis juga ikut terbawa. Mau tidak mau setelah di sana, ikut nimbrung dengan awak media.

Karena Susan bukanlah tempat sembarangan, selain jaraknya juga yang sangat jauh, saya ingin mengajak beberapa bloger yang saya kenal. Lumayan bila mendapatkan konten di sini. Sangat mahal tentunya dan kesempatan tidak datang dua kali. Kebenaran perasaan baik sedang menyelimuti juga.

Saya jujur dari awal mengatakan bahwa kegiatan ke sana tidak ada bayaran atau no fee. Saya tidak ingin antusias orang yang saya ajak begitu besar dan ketika mengatahui saat sudah tiba di lokasi jadi memble.

Awalnya tertarik, namun mendadak dibatalkan karena ada kepentingan lain yang sudah direncanakaan katanya. Saya selain menjelaskan tentang tidak ada bayaran juga mengatakan bahwa kita diberi fasilitas jemput antar, saya tahu jarak dari Kota Semarang dan Bandungan sangatlah sulit.

Ketika akhirnya mereka tidak pergi, perasaan saya antara memaklumi atau karena kegiatan tidak ada uangnya membuat nilai saya semakin kurang. Memang tidak bisa dipaksakan, dan coba mengerti dari setiap sudut. Begitulah, dan kembali ilmu ikhlas datang.

Sepertinya saya tidak akan lagi mengajak siapa pun di tahun depan, bahkan merekomendasikan. Nilai saya sepertinya tidak ada harganya. Apakah saya bukan sesuatu yang penting? Ah, saya mulai mengkoreksi diri sendiri. Maafkan.

1 jam, saya pulang

Sudah setengah jam lewat saya menunggu di halte. Orang yang menjemput saya tidak datang-datang juga. Jika sampai 1 jam, saya akan pergi saja. Maksudnya pulang. Saya tidak peduli dengan keinginan seseorang yang mau mengajak saya karena sudah terlanjur kesal saat menunggu.

Sudah lebih dari 30 menit, saya berusaha menunggu. Kendaraan di depan saya sudah hilir mudik setiap saat. Orang-orang yang menunggu bus juga silih berganti turun naik. Dan saya seperti orang bego menunggu.

Yang ditunggu akhirnya tiba juga. Ternyata orang tersebut juga menjemput yang lain. Sepertinya awak media juga, tapi bukan. Entahlah, saya tidak ingin banyak bicara karena mood saya sedang tidak bagus.

Saya pikir akan terlambat sampai lokasi, ternyata acara diundur setelah salat Jumat. Syukurlah. Orang yang duduk disebelah saya berbicara dengan saya tentang berapa lama saya menunggu. Mereka kaget karena saya tepat waktu dan minta maaf karenanya.

...

Ini adalah kisah dibalik layar kegiatan saya yang sedang berada di Susan Spa kemarin. Kadang banyak hal yang tidak diketahui karena tertupi kerennya yang sudah terlihat dari permukaan.

Hujan menyertai sebagian perjalanan pergi dan pulang. Untunglah saya pakai jaket karena kondisi cuaca yang berkabut. Sebagian tamu yang hadir kebanyakan menggunakan pakaian batik, entahlah saya tidak terpikirkan untuk pakaian saat itu.

Saya senang bisa sampai tujuan meski banyak cerita yang menemani perjalanan hari ini. Hal-hal kecil sebagai drama, layaknya menonton film di bioskop.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya