Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Titik Terendah

[Artikel 60#, kategori Pria Seksi] Mungkin inilah momentum tepat untuk melepaskan. Kebahagiaannya adalah hal penting ketimbang memikirkan perasaan saya yang selalu tidak beruntung. Apalagi kini dia sudah ada pengganti yang lebih baik segalanya dari saya.

Hujan masih menemani di bulan Desember. Itu artinya, kehidupan saya masih juga belum bisa move on.

Pulang futsal kamis malam (3/4), air mata saya masih saja menetes. Entahlah kenapa dengan saya masih memikirkan luka ketika hari ini dia salah mengirim emoticon. Ah dia punya seseorang, pikiran negatif yang terus muncul dari akibat rasa kurang percaya diri karena sekali lagi ditinggalkan.

Rasanya, saya ingin lari esoknya. Berdiam tanpa aktivitas, baik di media sosial maupun kehidupan yang bisa terhubung dengannya. Saya ingin bersembunyi. Mematikan pemberitahuan semua aplikasi.

Saya ingin dia bahagia tanpa memikirkan saya lagi. Toh, alasan terbesar kami soal berbeda agama sudah jadi perpisahan yang tidak mungkin terwujud.

Tapi, ini dampaknya dengan dotsemarang ke depan. Bagaimana saya bisa menghilang ketika semua pengorbanan yang saya lakukan belasan tahun untuk mempertahankan dotsemarang hancur karena saya merasa kalah.

Pendapatan yang saya dapatkan dari kerja keras meski masih receh, setidaknya bisa mengajak dia makan enak, beli Soto kesukaannya, dan beli kuota agar tetap terhubung dengannya.

Bagaimana saya jadi selemah ini?

Perjalanan saya yang masih panjang tidak mengira harus berhadapan dengan realita cinta.

Bukan kehilangan kuota atau laptop yang bakal kembali ke perusahaan yang membuat saya bakal berhenti menulis di blog dotsemarang tahun depan, tapi malah galau cinta yang sekali lagi ditinggalkan.

Di masa depan, cerita ini bakal ditertawakan. Tapi karena kisah ini, andai saya bisa bertahan, mungkin jadi sejarah bahwa saya pernah jatuh ke titik terendah.

Sama seperti tahun 2015 ketika harus tinggal 1 bulan di Samarinda karena mamah sakit. Saat itu saya pikir sudah benar-benar jatuh ke titik terendah. Tidak ada yang peduli meski saya menangis sekalipun.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Halo, Mei 2024