Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Hujan Deras, Lanjut Atau Pulang Kembali?

[Artikel 59#, kategori futsal] Sore hari langit masih cerah. Bila dulu selalu menunggu Jumat, sekarang malah Kamis. Saya berharap hari ini bisa futsal tanpa terkendala. Namun beberapa saat setelah setelah pintu dibuka, rintik hujan sudah mendarat ke tanah.

Kamis malam (10/12), cuaca tidak bersahabat kali ini. Dengan semangat yang tlah lama menanti, saya tetap pergi. Jas hujan plastik yang mudah dicari di minimarket tidak lebih 15 ribu sudah menutupi seluruh badan. Kecuali telapak tangan, wajah dan kaki. Aman pokoknya, sekalipun hujan mendadak deras.

Motivasi 

Benar saja, hujan yang tinggal menunggu giliran datang, langsung menghantam badan yang bergerak pelan dengan hanya bersepeda.

Derasnya tidak tanggung-tanggung. Kekhawatiran ponsel jadi basah hampir membuyarkan pikiran. Malam itu, jalanan berlapis cahaya. Sungguh pekat terasa.

Semangat itu mulai memudar karena hujan tak kunjung reda. Perasaan galau mengubah arah ban sepeda untuk segera memutar.

Pergulatan batin jadi beban dalam pikiran. Hujan deras gini, mau lanjut atau pulang? Padahal tinggal jalan dan biarkan terasa penderitaannya. Setidaknya pas sakit setelah pulang futsal, saya punya alasan ke dia untuk membuatnya khawatir.

Setelah berhenti sejenak, menahan diri untuk tidak pulang di pinggir jalan, saya menemukan motivasi. Ini seperti perjalanan cinta yang masih tidak berhenti mengerus hati.

Bagaimana saya bisa melupakan tujuan awal ingin bermain futsal, jika hanya hujan deras saja, saya kalah. Bagaimana saya menjalani hidup sebagai kekasih, bila diberikan cobaan, saya selalu menyerah?

Dibalik hujan deras, ada keraguan yang jelas. Berpikir sebagai manusia normal, tentu saya akan pulang dan menikmati jam tidur malam. 

Sebaliknya, keraguan yang jelas ini adalah mental yang harus saya singkirkan. Selalu ada pelangi setelah hujan di siang hari. 

Akan ada tawa, suka meski berselimut duka ketika berhasil melewati keraguan. Saya benar-benar diajarkan untuk tidak berhenti mengayuh sampai ke lapangan futsal.

Pulang jam 10 malam dengan bersepeda

Sudah beberapa tahun terakhir saya jarang pulang malam di atas jam 9 lebih dengan bersepeda. Kali ini saya merasakannya lagi.

Sudah lelah, tubuh basah dan perasaan gundah gulana. Saya harap bisa sakit sebenarnya, tapi alhamdulillah tetap diberi kesehatan. Dan saya baru tahu tanpa Fatigon, tubuh saya tetap baik pagi harinya. Saya menggantinya dengan Antangin tablet.

Stok dari perjalanan masih ada, dan saya pikir itu bisa.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Halo, Mei 2024