Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Sudah Pasrah, Tapi Untung Saja Tetap Pergi

[Artikel 60#, kategori futsal] Setelah Kamis, minggu kemarin harus berhujan-hujan ria ke tempat futsal sambil bersepeda, hari ini (17/12) sepertinya saya tidak akan futsal. Hujan masih menyertai dan entah kenapa jas hujan saya hilang.

Semacam perpaduan lengkap yang begitu berjalan mulus untuk mendapatkan alasan yang tepat bahwa, hari ini saya izin tidak main futsal dulu. Malam ini, tidur saya bakal nyenyak sekali. Apalagi ditemani suara hujan yang ngangeni.

Pesan itu datang, tapi bukan dari doi. Teman yang sudah membawa saya kembali futsal saat pandemi menyakinkan saya untuk tetap datang. Bahkan, terlambat pun tidak masalah. Kalau masih belum reda, naik ojek online saja bunyi pesan WhatsApp-nya.

Saya jadi tidak enak sendiri. Padahal minggu lalu saya cukup pemberani yang berhasil menerobos hujan, tapi sekarang. Andai saja wanita saya memiliki pikiran seperti teman saya ini untuk tidak berhenti berharap dan memotivasi saya bertahan, mungkin saya akan mencintainya seumur hidup. Meski kenyataannya, ia sangat senang melepaskan saya setiap kali saya bertingkah.

Tambah 30 menit

Pesan itu membuat akhirnya membuat saya luluh. Karena selain tidak enakan, teman saya yang sering membantu saya bayar iuran pas tidak ada uang kemarin-kemarin. Saya bersiap, mengambil tas yang sudah dipersiapkan tadi.

Satu jam berlalu dari jadwal biasanya yang bermain setiap jam 7 malam. Dua aplikasi yang saya gunakan tidak juga memberi kenyamanan. Hujan jadi kendala memesan ojek online tentunya. 

Bukan hanya lama mendapatkan driver, saya sampai harus meng-cancel beberapa kali dan mendadak driver yang saya cancel ternyata tetap datang karena belum melihat ponsel pembatalannya. Lagi-lagi saya punya perasaan tidak enakan hari ini.

Akhirnya saya sampai juga di tempat futsal. Rekan-rekan sudah berada di dalam lapangan dan sedang bermain. Haha..wajah saya tersenyum namun hati saya tidak enak lagi karena sangat terlambat.

Syukurlah, durasi bermain ternyata ditambah 30 menit. Yang biasanya selesai jam 9 malam, jadi selesai jam 21.30 wib. Hujan ternyata tidak menghalangi teman-teman lain pada datang. Bahkan yang datang lebih banyak dari biasanya. Menakjubkan.

Diberi tumpangan pulang

Halaman ini tidak menceritakan tentang bagaimana saya bermain. Saya sangat senang main hari ini sebenarnya dan berhasil mencetak beberapa gol. Dibalik saya datang ke lapangan futsal ini yang lebih menarik.

Saya sempat pasrah bahwa hujan kali ini, ditambah kehilangan jas hujan, membuat saya berhenti bermain minggu ini. Padahal sudah menunggunya setiap waktu untuk bisa bermain kembali.

Motivasi dan ajakan teman yang tetap menunggu membuat saya berani melawan kepasrahaan. Saya senang punya teman seperti dia. Meski senangnya juga karna hanya bermain futsal.

Andai wanita saya memiliki sikap seperti ini, saya bakal jatuh cinta setiap hari. Apapun yang terjadi, saya akan mengikutinya.

Dan bagian akhirnya, saya diantar pulang oleh teman saya. Sungguh hujan yang menyertai langkah saya menuju rumah seperti rasa syukur kepada Tuhan bahwa masih ada orang baik yang saya temui hingga hari ini. 

Andai semua orang jadi baik, pasti dunia akan kacau dan membosankan. Terima kasih, Tuhan.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya