Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Kebiasaan Lagi

[Artikel 29#, kategori Amir] Orang ini tidak pernah bangga dengan apa yang sudah dipinjamkan kepadanya. Ada yang lebih menarik, yang lama ditinggal. Kejadian terus berulang dan yang melihat diharap maklum. Semoga dia menyesal kemudian.

Saya menegurnya untuk menaruh kunci kendaraan tidak di kamarnya. Toh, itu bukan miliknya. Kendaraan itu digunakan untuk keperluan orang rumah, bukan pribadi. 

Lantas ia menunjukkan apa yang telah dilakukan selama ini, seakan tanpa dia, itu tidak berjalan dengan baik. Sampai sini saya mengerti bahwa ia mulai menuntut.

Tahun 2021, ia mulai menunjukkan kebiasaannya lagi. Padahal yang ia pakai, bukan milik pribadi. Entah keberanian apa yang ia miliki, padahal dengan gajinya yang besar untuk ukuran saya, seharusnya ia bisa memikirkan masa depannya lebih baik lagi.

Bukan menunjukkan kekuatan yang menopang dia selama ini. Saya dilema. Apakah saya benar membawanya masuk ke lingkaran ini atau hanya menunggu waktu saja saat ia sadar bahwa ia bukan siapa-siapa.

Perasaan saya kembali tersadar, apa yang dilakukan pernah saya lakukan. Tapi ia bukan sapa-sapa. Dan sering kali saya menasehatinya untuk tidak menggunakan fasilitas yang ada. 

Mungkin seiring waktu, dan kembali dengan cerita begitu, Tuhan akan memberitahu. Saya harap saat itu, saya bukan orang yang pertama mengatakan tidak sopan kepadanya.

Hari ini, ia begitu bangganya pergi sambil berkendara. Seolah dunia merestuinya.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya