Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Ketemu Blogger

[Artikel 115#, kategori blogger] Meski tujuannya bukan silaturahmi, tetap saja mengawali bulan dengan pertemuan secara offline merupakan sesuatu. Beberapa orang memang sudah bertemu beberapa waktu belakangan, tapi kali ini dengan orang yang lebih banyak.

Minggu pagi (3/10), rencana sarapan pagi dengan teman-teman bloger membuat saya memutuskan membuat mie goreng saja. Jam sarapan pagi tidak biasa saya memang sebelum jam 6, dan acara nanti jam 7 an. 

Tidak afdol rasanya ketika menikmati sarapan di tempat yang keren perut sudah kekenyangan. 

Liputan

Seperti biasa, undangan kali ini adalah untuk liputan tentang acara yang digagas dan sudah berjalan hampir 2 tahun. 

Sunday market

Saya tidak menyangka, kegiatan yang sekali seminggu saya lihatin saat bersepeda, akhirnya saya datangin juga.

Bila biasanya sekedar lewat, kali ini masuk dan dapat reward. Yaitu, sarapan pagi. Terkadang ingin memaksakan bahwa sangat penting mendapatkan uang dari pekerjaan. Nyatanya? Tersenyum saja, karena rejeki tidak kemana.

Branding jasa

Setelah dirasa cukup melihat-lihat, stok foto dan video sudah banyak, kami masuk ke tempat yang sudah menyiapkan meja kami untuk sarapan.

Yang spesial, ada menu yang dibuat khusus untuk kami. Tinggal pilih menu makanannya dan maaf, hanya satu menu saja, ya.

Teman duduk saya yang di depan beberapa bulan lalu kami bertemu ternyata serius menggarap branding tentang Content Writer. Saya penasaran, apalagi tidak banyak orang yang membangun branding seperti itu.

Mengingat, content writing adalah teknik. Menjadikannya sebagai label (branding), itu artinya ia menawarkan jasa kepada orang-orang.

Saat orang-orang datang di sini saya kenal dengan identitas sebagai pemilik blog, ia sepertinya memilih sebutan content creator.

Semangat, broh! Membangun itu selalu mudah meski penuh peluh, yang susah adalah menjaganya untuk tetap utuh.

...

Saya senang bisa bertemu mereka semua dibalik tujuannya yang bukan untuk sekedar bertanya apa kabar. Menjaga ekosistem perbloggeran di Kota Semarang sangat penting. Meski sudah tidak berkomunitas lagi.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya