Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Tantangan Awal Bulan Oktober

[Artikel 32#, kategori rumah] Saya pikir saya baik-baik saja. Kesunyian yang selalu menemani kini telah pergi. Hingar bingar sampai dini hari meski tidak mengganggu, tetap saja menjadi hal berbeda dari biasanya. Sebuah tantangan untuk bertahan agar tetap waras.

Ternyata pemilik rumah yang datang Seminggu lalu lebih lama tinggalnya dari sebelumnya. Rencana yang setahun lalu sudah saya dengar, melanjutkan jenjang pendidikan, bakal terealisasi akhirnya. Saya senang bahwa itu adalah motivasi untuk terus belajar.

Benci bertanggung jawab

Selain tuan rumah, ada tamu lain yang juga tinggal di rumah. Seorang teman dan mungkin dianggap sahabat olehnya. Saya rindu kata sahabat, namun benci untuk sesaat.

Bila keadaan rumah sunyi, tanggung jawab saya untuk merawatnya, seperti menyapu, mengepel dan sebagainya bisa dilakukan terserah saya waktunya.

Kini, saya harus bekerja keras lebih sedikit. Karena dengan lebih banyak penghuni, apalagi orang bawah tidak peduli sama sekali dengan rumah, ada perasaan tidak nyaman saat terlihat tidak baik-baik saja. Saya benci menjadi orang yang bertanggung jawab.

Toilet dan kepribadian

Saya tidak suka diganggu, terutama hal pribadi dan juga toilet. Entah kenapa awal bulan ini toilet jadi sesuatu yang sangat berharga. Ketika kotor atau tidak semestinya, perasaan saya terasa tersakiti.

Beberapa bulan lalu, perasaan ini pernah saya rasakan ketika para tukang datang memperbaiki rumah. Waktu itu malah lebih dari 2 orang yang menggunakan.

Sekarang meski hanya 1 orang, saya jadi kesel sendiri. Padahal itu toilet, bukan sesuatu yang berharga seperti emas atau uang. Apakah toilet mencerminkan kepribadian?

Tantangan

Mungkin ini hanya perasaan saya saja yang sedang baper. Kesunyian yang terasa mewah, kali ini terasa direnggut dan banyak lubang.

Sebuah tantangan mengawali bulan Oktober. Saya harap dapat melewatinya dengan bijak dan penuh hormat.

Terima kasih saya diingatkan kembali untuk terus bergerak dan tidak bersantai ria.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya