Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Pengen Pensiun Jadi Kiper

[Artikel 90#, kategori futsal] Selasa terakhir di bulan Januari ini ada cerita yang kurang baik saat bermain futsal. Cedera pergelangan tangan dari minggu lalu ternyata kembali kambuh saat main hari ini (25/1). Rasanya ingin pensiun saja, dan mengubah posisi bermain.

Sempat bermain hingga 2 kali putaran dan baik-baik saja, kepercayaan diri saya kembali. Meski harap-harap cemas juga bila keadaan yang tidak diprediksi membuat cedera lama kambuh.

Karena kebanyakan khawatir untuk tidak membuat tangan lebih banyak bergerak, saya harus menerima resiko bahwa gawang kebobolan lebih banyak. Intinya pergerakan tubuh saya terbatas.

Pensiun?

Petaka itu akhirnya datang kembali. Sebuah sepakan yang menerobos deras dari sisi kiri menuju gawang tidak dapat diantipasi kedua tangan.

Sialnya, selain bola tetap masuk ke dalam gawang, tangan yang masih cedera ternyata kena lagi. Dan saya langsung memutuskan minta diganti karena rasa sakitnya luar biasa.

Setelah keluar lapangan, tubuh saya rebahkan sambil memijat pergelangan tangan yang sebelah kanan. Teman sebelah pun tak ragu memberikan semprotan penyembuh. Yah, lumayan sudah.

Pikiran pensiun tanpa sadar terucap saat kami mengobrol. Entah kenapa semenjak jadi kiper, tubuh sering banyak cedera.

Ia saya tahu posisi kiper bukanlah posisi utama saya. Itu hanya dadakan setiap bermain yang jarang ada pemain berprofesi kiper.

Melihat kambuh yang sering dan rentang cedera, rasanya pilihan untuk pensiun sangat realistis. Saya tidak ingin terjadi apa-apa pada tubuh saya, apalagi tangan yang menjadi bagian penting untuk pekerjaan dalam hal menulis.

Semoga saja, saya tidak nekat lagi bila bermain. Mentang-mentang bisa sembuh kelak, saya malah kembali mengambil posisi kiper.

Arghh... saya bangga dengan posisi pemain tengah selama karir saya sebagai pemain sepak bola. Entah kenapa 4 tahun terakhir malah jadi kiper?? 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh