Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Nginap Di Hotel Saja

[Artikel 35#, kategori rumah] Kaget hari ini, Jumat malam (14/1), jika anak pemilik rumah akan datang dalam hitungan jam. Meski rumah rutin dibersihkan, ada permintaan lain untuk diperhatiin. Mau tidak mau, kerja keras dalam keheningan.

Dampaknya mulai kerasa ketika pemilik rumah, anak keduanya, datang ke rumah. Bila biasanya diurus sama orang bawah, sekarang harus diurus sendiri.

Maksud saya baik ketika menolak pesan layanan pembersih rumah via aplikasi. Toh rumah tidak kotor-kotor amat.

Alhasil, saya mengambil risiko sendiri untuk membersihkan malam-malam sebelum mereka tiba yang akan datang dari Jogja dengan mengendarai mobil. 

Mereka satu keluarga, si suami memang keren kalau soal urusan berkendara. Apalagi mereka dari Surabaya. Kalau saya disuruh nyetir, hmm.. habis sudah.

Menginap di hotel

Tidak masalah jam tidur saya kena pangkas dan setidaknya mereka bisa nyaman nanti di rumah. Toilet sudah bersih, kamar sudah harum, sprei sudah diganti, termasuk bantal.

Yang ditunggu akhirnya tiba. Dua anak-anak mereka langsung berlari-lari di rumah. Sepertinya mereka tidak merasa lelah. Perasaan saya bahagia, karena kerja keras saya tidak sia-sia.

Meski akan jadi ribet ketika rumah tidak lagi sepi, saya tetap senang bahwa rumah tidak sunyi seperti kemarin. Saya kembali ke kamar dan langsung beristirahat. Ah..jam 9 malam, gagal lagi rencana tidur di awal.

Tok tok.. kamar saya diketok. 

Lho, mendadak saja si suami mengabarkan jika mereka akan menginap di hotel saja. Istrinya, anak pemilik rumah, gak mau dengan tempat tidurnya karena salah satu bantal ada kotoran cicak.

Duh, mata masih merah dan mendengar alasan tersebut antara mau ketawa atau kesel (baru tidur beberapa jam).

Yah, mau gimana lagi. Saat keluar kamar, ternyata semua sudah siap pergi. Barang-barang yang tadi sudah diangkat, sepertinya sudah di dalam mobil lagi.

...

Banyak hal terjadi hanya dalam hitungan jam. Seperti permen nano-nano, ada manis, kecut dan asam. Semua yang saya lakuin malah jadi sia-sia. Wajar memang karena saya menolak permintaan sebelumnya. 

Keluarga yang bahagia, bisa kemana saja. Apalagi ini masih awal tahun. Andai saya disuruh pergi gitu juga, rasanya tidak sanggup, apalagi melintas kota berkendara.

Sehat selalu buat mereka.
Terima kasih buat pak suami yang kasih makanan.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh