Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s...

Sengaja Diusir Dari Rumah Biar Mandiri

[Artikel 81#, kategori motivasi] Ini bukan tentang kisah saya. Melainkan tentang seorang Ayah yang pekerjaannya sebagai security di sebuah perumahan. Obrolan yang awalnya santai berubah jadi motivasi. Tidak peduli sesayang apapun sosok seorang Ayah kepada anaknya, jika ingin kuat menjalani kehidupan maka keluarlah dari rumah.

Akhirnya bisa menulis ini setelah tertahan beberapa saat. Terkadang apabila dibiarkan begitu saja, apa yang ingin ditunjukkan lewat kata demi kata malah berujung hampa. Kisahnya menarik menurut saya, meski agak keras untuk melakukannya bagi orang lain.

Sederhana tapi keras

Cuaca hari itu sangat cerah. Saya menghampiri beliau yang sedang duduk berjaga seperti biasanya. Kami ngobrol ngalur ngidul layaknya seorang anak dan bapak yang lama tidak bertemu. Maklum, umur beliau rasanya sudah di atas 50 tahun ke atas. Meski begitu, penampilnnya masih gagah seperti pensiunan tentara.

Beliau adalah orang yang menyayangi keluarganya. Datang dari latar sederhana, pekerjaannya sekarang adalah bagian dari kebijaksanaannya sebagai orang tua dan pemimpin keluarga.

Saya pikir beliau lebih nyaman menikmati waktu di rumah sambil bersantai dan mengerjakan hobi yang disenangi. Anak-anak yang sudah besar dan sudah pada menikah bisa jadi bantuan besar di umur menjelang senja. Tak perlu khawatir dan biarkan anak-anak mengabdi kepadanya.

Sayang, pikiran itu ditepis begitu saja. Beliau tidak bisa hidup seperti itu. Meski anak-anak sudah bekerja, perjalanan mereka masih panjang. Belum lagi biaya hidup yang ditanggung karena cicilan rumah yang menjadi beban kedepannya.

Saat itu, saya tersentak ketika beliau berbicara bahwa anak-anaknya diusir dari rumah dalam pengertian positif. Sudah menikah, jangan tinggal dengan orang tua. Bangunlah keluarga sendiri dan atasi segala permasalahannya.

Saya yang tidak pernah menduga akan hal itu memang tidak merasakan secara langsung bagaimana kata usir itu bakal menyakiti. Maklum, usai lulus kuliah D1, saya sudah keluar dari rumah orang tua dan sampai sekarang.

Bertanggung jawab

Beliau tahu mana yang terbaik buat anak-anaknya. Latar belakang hidupnya dulu semasa muda juga memang sangat mempengaruhi. Dari muda sudah bekerja keras dan mencukupi rumah tangganya dengan melakukan pekerjaan apapun adalah bagaimana karakternya terbentuk.

Beliau ingin anak-anaknya merasakan hal yang sama tentang kerasnya kehidupan. Namun setidaknya, anak-anaknya hidup lebih baik dari kedua orang tuanya. Pendidikan sudah diberikan hingga jenjang paling tinggi meski harus bersikap rendah kepada orang lain.

Tiba usia mereka akhirnya menjadi dewasa dan memiliki keluarga serta berpenghasilan sendiri, beliau tidak mau anak-anaknya berada dalam satu atap dengan mereka.

Ketegasan yang diputuskan tidak serta lari dari tanggung jawabnya sebagai orang tua. Beliau malah membantu mencarikan rumah kontrakan bagi anak-anaknya. Bahkan, membiayai sebagian pembayaran rumah yang sudah berjalan lebih dari beberapa tahun.

Semua diusahakannya demi rasa tanggung jawab dan tidak ingin anak-anaknya hidup susah seperti dirinya yang dulu. Pekerjaan menjadi security di umur yang senja adalah bagaimana menambah penghasilan agar dapat membantu anak-anaknya. Juga tentu, sekaligus agar dapur rumah sendiri terus ngebul.

Saya yang mendengar jadinya tergugah. Ada ya seperti itu, seorang Ayah yang dari luar tampak keras namun sebenarnya sangat peduli kepada anak-anaknya. Saya langsung membayangkan Ayah saya sendiri.

Jangankan peduli, ingin meminta pun saya tidak berani. Satu sisi tidak ingin memberatkan namun sisi lain terkadang ingin diperlakukan bahwa saya adalah anaknya juga. Ah, lupakan. Setiap orang memiliki ceritanya sendiri-sendiri.

...

Kelak saya pun ingin juga jadi seorang Ayah. Memiliki keluarga, agar keturunan saya terus ada. Jika anak saya laki-laki, saya ingin mengajaknya bermain sepak bola. Sebaliknya, jika dia perempuan, saya ingin memanjakannya sambil mengarahkan bagaimana harus menjalani kehidupan ke depannya.

Saya harap kamu yang membaca ini sedikit dapat memperoleh inspirasinya atau memotivasi, setidaknya.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Akhirnya Mereka Mudik Juga

Perjalanan Pulang Pergi ke Hotel The Wujil Resort & Conventions