Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Kabar Duka

Tidak menyangka mengawali awal tahun 2025 sudah mendengar kabar duka dari seseorang yang saya anggap punya talenta di masa mudanya saat kami sama-sama duduk di bangku kuliah. Satu persatu pergi, saya bingung sendiri bagaimana saya mengisahkannya kali ini.

Ia adalah perempuan yang saya anggap punya potensi sewaktu dulu pertama kali bertemu. Dengan tidak ragu-ragu, saya merekrutnya ke dotsemarang yang saat itu masih berkomunitas. Mungkin kami adalah senior junior saat itu karena ia baru memasuki bangku kuliah.

Saya senang melihat banyak bakat-bakat mentah yang bisa dikembangkan dengan masa depan cerah. Saya ibarat pelatih dan juga penggemar. 

Ya, dia punya tekad karena datang dari luar pulau Jawa. Semangatnya tidak pantang menyerah dan yang saya suka ia mau berkembang. Sikapnya juga bertanggung jawab dan tentunya baik, sehingga saat ada sesama anggota ada yang menyukainya saya anggap itu peluangnya.

Waktu terus berlalu dan seiring waktu kami sudah tidak berkomunikasi. Sama seperti yang lainnya, periode yang tidak saya sukai karena kami tak pernah berpesta bersama untuk sekedar berkata sampai jumpa dan terima kasih.

Setiap orang memang memiliki periode sulitnya dan jalannya masing-masing. Tapi, toh kita pernah berucap bahwa kita semua adalah keluarga. Kata yang legit tapi juga sakit.

Ketika saya terus berusaha menjaga nama dotsemarang agar terus ada, tanpa sadar waktu sudah tiba di awal tahun 2025. Sebuah kabar duka datang dari rekan yang pernah tinggal bersama di Semarang.

Ia sudah meninggalkan kita semua. Lebih tenang sekarang ketimbang beberapa waktu belakangan terlihat begitu tegar dari tiap unggahannya di media sosial.

Kami memang masih terhubung di media sosial, termasuk yang lain. Namun saya malas berkomunikasi dengan yang lain karena kebahagiaan yang mereka bagikan membuat saya sadar masih tenggelam di Kota Semarang.

Kini, perasaan itu kembali. Mengingatkan kenangan masa lalu, bagaimana ia pernah menjadi bagian penting perjalanan dotsemarang. Saya mengingatnya sebagai pribadi yang luar biasa dan semoga amalnya diterima di sisi-Nya. Amin ya robbalalamin.

Terima kasih sudah menjadi bagian dotsemarang.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya