Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s...

Tahun 2025 Masih Bersepeda ?

[Artikel 31#, kategori sepeda] Ya, saya masih bersepeda. Apalagi sepeda adalah satu-satunya alat transportasi yang saya miliki. Saya sangat bersyukur masih bisa memakainya meski keadaannya makin hari makin mengenaskan.

Halo, pria yang akan memasuki usia ke-40 tahun. Masih setia dengan sepedanya tiap pergi ke mana-mana? Kamu hebat di saat dunia sedang bertransformasi dengan kehadiran kendaraan listrik. 

Padahal dari sisi harga, kendaraan listrik terhitung murah. Apakah tidak ingin juga membelinya? Lebih efisien, bisa dibuat olahraga juga dan tentu, tidak capek jika kayuhnya dibuat dengan mode laju cepat (listrik).

Miskin

Sepertinya saya berbicara dengan orang lain. Ah, tidak. Itu saya sendiri yang seakan memberi nasihat. Ya, memang kendaraan listrik semacam sepeda bisa membuat saya lebih nyaman dan cepat.

Hanya saja, keadaan yang memaksa saya belum bisa membelinya. Jika ada uangnya pun, mungkin saya akan menyimpannya untuk membantu perkembangan blog dotsemarang dan membayar hutang-hutang.

Menjadi miskin di tempat tinggal mewah memang terasa aneh. Mau gimana lagi, saya hanya mampu memanfaatkan fasilitas yang masih bisa digunakan. Namun entah sampai kapan bisa memakainya. Kelak, saya pasti akan keluar dari sana juga.

Saya tidak menyangka di umur menjelang 40-an gini, diri saya masih terlihat miskin. Jangankan punya penghasilan tetap, berpikir makan enak saja masih mikir. 

Ditambah keputusan beberapa bulan lalu dari pemilik rumah yang menyetop bulanan yang biasa diberikan sekedar buat makan sehari-hari. Benar-benar rumit nasib yang saya pegang sekarang.

Bersepeda adalah salah satu solusi yang saya miliki demi penghematan bisa pergi ke mana-mana. Mau itu ke mal, liputan hingga berkeliling di sekitar Kota Semarang.

Doakan saja saya agar badannya terus sehat dan panjang umur. Dan juga, mari berharap agar sepeda saya tidak sepenuhnya rusak. Jika sudah sampai rusak, saya bingung gimana saya menuliskan kisah saya lagi kelak.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Review Film Tum Bin 2 (2016)