Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

🍜 Sajian Mie Instan di Bulan ke-14 Perjalanan Keuangan Saya

[Artikel 22#, kategori Keuangan] Menyentuh Garis Finis... atau Garis Lapar? Sungguh, saya sempat membayangkan sudah lama sekali tidak menyentuh mie instan dalam bungkus. Perasaan ini muncul begitu saja, apalagi setelah saya selesai bermain bola di lapangan mini soccer. Rasa lelah bercampur lapar memang kombinasi yang berbahaya. Padahal, jika diingat-ingat, bulan lalu saya sudah memakannya.

Dorongan itu akhirnya tidak tertahankan. Setelah pulang, saya memaksakan diri membeli satu bungkus: mie goreng Cap Sukses yang dimasak dengan tambahan telur. Rasa lelah yang mendera, berpadu dengan perut yang kosong, menjadikan masakan sederhana ini terasa sangat nikmat. Momen kecil yang berharga.

Rezeki Tak Terduga dari Jatah Bulanan Keluarga

Beberapa hari kemudian, saya justru menjadi orang yang tidak sabaran. Mengapa? Karena saya mendapat jatah bulanan belanja dari keluarga. Saya sampai lupa sendiri bahwa keluarga punya kebiasaan belanja rutin tiap bulan.

Dari sekian banyak makanan dan minuman yang dibagikan, saya mendapatkan beberapa bungkus mie instan lagi. Selain itu, ada juga minuman sachet berupa kopi dan jahe.

Entah kenapa, jumlahnya kini terasa lebih sedikit dibandingkan bulan sebelumnya. Ah, sudahlah. Saya memilih untuk bersyukur saja karena masih diberi. Bersyukur adalah kunci.

14 Bulan Mengikat Pinggang: Refleksi dan Harapan

Dengan adanya bantuan dari jatah bulanan belanja seperti ini, tidak terasa perjalanan kesulitan keuangan yang saya alami sudah memasuki 14 bulan, atau satu tahun dua bulan penuh.

Melihat ke depan, tahun depan (2026) entah apa yang akan terjadi. Memasuki usia ke-40 tahun, pertanyaan yang muncul adalah: apakah saya masih bisa menikmati makanan seperti mie instan ini, ataukah saya harus terus mengikat pinggang lebih erat lagi demi menjaga agar keuangan tetap hemat?

Tanpa adanya support jatah bulanan, khususnya bantuan keuangan, kehidupan saya di tahun 2025 benar-benar terasa seperti kapal yang terbalik. Sebuah perjuangan yang nyata.

Bismillah, semoga tahun 2026 menjadi tahun yang lebih baik. Harapan besar saya letakkan pada dotsemarang agar dapat memberikan rezeki yang melimpah.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Di Balik Layar: Perjuangan Nonton Film Hotel Sakura di Semarang