Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

📱 Cicilan HP Lunas: iPhone 6S Sampah dan Realita Kerja Blogger

[Artikel 21#, kategori Keuangan] Waktu terasa melesat begitu cepat. Tanpa terasa, cicilan HP yang saya mulai tepat Desember 2024, akhirnya terbayar lunas juga di bulan ini, Desember 2025. Proses setahun penuh ini memang tidak mudah, terutama mengingat kenyataan pahit: HP yang saya cicil itu sekarang malah berakhir menjadi sampah.

Rasa lega kini perlahan menghampiri. Ya, sedikit lega, karena jujur saja, masih ada beberapa tagihan cicilan lain yang siap menyambut di tahun 2026. Bukan lagi soal gadget, tetapi bebannya terasa sama.

Dulu, saya sering membayangkan menulis blog sebagai jalan pintas menuju penghasilan besar. Saya bermimpi menabung, menjadi kaya, memiliki kekuatan finansial, dan segala khayalan indah lainnya.

Namun, kini saya hanya bisa berpasrah diri pada realita. Tujuan utama kerja sebagai blogger malah berubah menjadi alat untuk melunasi cicilan tiap bulan. Sebuah dilema besar yang harus dihadapi. Saya merasa terperangkap justru karena hal-hal yang tidak saya rencanakan sebelumnya.

Setidaknya, mari kita ucapkan syukur karena cicilan HP lama saya, iPhone 6S, sudah lunas.

Jika Anda, pembaca, sedang mempertimbangkan untuk mencoba hal serupa—melakukan skema nyicil HP—ada baiknya Anda berpikir ulang secara mendalam.

Alasannya sangat sederhana: total biaya yang akan Anda bayarkan pada akhirnya akan jauh berbeda dengan harga jual awal barang tersebut. Saya sudah sampaikan screenshot total pembayaran dari cicilan yang saya ambil, dan angkanya cukup mengejutkan.

Harga unit HP ini sejatinya hanya Rp641.971, namun total yang harus saya bayarkan mencapai lebih dari Rp800.000. Jika Anda tidak benar-benar butuh mendesak, saran saya: lebih baik beli langsung saja tunai. Jangan nyicil. Tapi pada akhirnya, pilihan sepenuhnya ada pada diri kita masing-masing.

Saya memang senang tagihan cicilan ini sudah lunas. Namun, perasaan saya masih menyimpan kekesalan mendalam karena HP itu kini sudah tidak bisa digunakan. Selalu saja ada cobaan di tengah jalan ketika kita mencoba melakukan sesuatu, bukan?

📷 Gambar cover dibuat dengan AI.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Di Balik Layar: Perjuangan Nonton Film Hotel Sakura di Semarang