[Artikel 22#, kategori Pria 30 Tahun] Siapa yang tidak ingin punya pasangan. Tapi mengapa masih tanpa pasangan. Sedangkan para mantan, sudah memasang pria baru kesayangan di beranda media sosial mereka. Saya ingin menjawab ini sendiri, mumpung masih awal tahun.
Satu kesimpulan saya soal ketiadaan pasangan tahun kemarin adalah waktu. Meski saya berada ditengah banyak wanita, berbahagia bersama mereka, memberi dukungan kepada mereka, mencoba mengerti dan memahami apa mau mereka, saya tetap sendiri hari ini.
Malah saya seolah menciptakan sesuatu yang diluar batas manusia. Mereka tiba-tiba lebih baik, mereka ingin sukses, mereka terobsesi dan mereka juga semakin egois, karna akhirnya ada yang tidak sejalan dan memutuskan pergi. Saya jadi merasa bersalah, karena bukan itu tujuan saya. Saya ingin bersilaturahmi dan berteman saja.
Waktu, pisau tajam yang menghujam
Saya sadar bahwa usia saya tidak muda lagi. Bahkan, saya pantas dipanggil om-om ketika berusaha mendekati wanita di bawah 21 tahun. Tentu, dia risih. Padahal cinta itu buta dan umur tak pernah bisa menghalangi seseorang menyukai.
Waktu benar-benar menjadi pisau berkepala dua, mengambil istilah Internet. Satu sisi, saya ingin punya waktu bersama orang terkasih (gebetan). Satu sisi lainnya, terkadang saat mulai serius, wanita yang matang sudah berpikir panjang tentang mahligai rumah tangga.
Bagaimana dengan wanita yang belum berpikir rumah tangga? Mereka akan mengejar karir dulu. Mereka pantas mendapatkan pekerjaan lebih baik karna prestasi yang didapat, baik sebagai Sarjana maupun pengalaman. Mereka pergi, dan hilang tanpa kabar.
Sedangkan bagi wanita yang ingin kebebasan, waktu adalah senang-senang. Mereka ingin bahagia, nongkrong, nonton dan belanja. Sampai di sini, saya sudah tidak sanggup lagi. Dan inilah masalah saya.
Jujur, waktu buat saya adalah uang. Pekerjaan saya tidak memungkinkan saya menghasilkan uang berlimpah untuk saya nikmati berbelanja. Uang buat saya pengalaman, kesehatan dan saya pernah berbicara tentang kehidupan saya yang sehari hanya 5 ribu di jaman kuliah dulu.
Sekarang, saya tidak punya waktu untuk memutuskan mengejar wanita. Berkorban dengan cita-cita, mencintai segenap jiwa dan bersabar menaklukan hati mereka. Kadang saya ingin marah ketika ada wanita bilang, pria yang mendekati saya butuh waktu. Karena saya trauma dulunya. Saya mengerti, mungkin kita tidak cocok, dalam hati.
Saya tidak punya waktu ketika ingin berpasangan harus mengikuti proses panjang, ia kalau si wanita mau. Kalau nggak, saya hanya menghabiskan uang untuk menemani ngopi, nonton dan jalan-jalan. Saat balik ke kamar, waktu untuk menyelesaikan pekerjaan sudah habis. Dan itu artinya tidak ada uang di dompet. Apakah si wanita akan datang memberi support, atau sekedar memberi semangat di ujung smartphone yang tergeletak di lantai? Tidak. Mereka ingin diperhatikan, baru mereka datang. (kodrat wanita)
Saya tidak punya waktu ketika mulai serius, wanita berpikir masa depan. Jujur, saya bukan berasal dari keluarga besar dan kaya. Saya tidak ingin mempermalukan keluarga si wanita ketika harus menyiapkan mahligai yang diimpikan sang wanita. Tidak, saya masih kerepotan membayar kuota Internet per bulan, jadi mana mungkin saya harus segera menikah dengan impian si wanita.
Pada akhirnya, tahun 2016 saya lewati dengan label pria seksi. Jargon yang saya bawa dari dulu tentang pria biasa, tidak kaya, tidak tampan, minder, tidak percaya diri namun punya 1 kelebihan. Berada di dekat pria seksi, wanita selalu mendapatkan kenyamanan.
Tidak Peka
Sebenarnya ini tidak termasuk, tapi beberapa saat sebelum menulis ini, saya melihat kata ini dalam bingkai foto seorang wanita cantik, saya jadi tersindir di sana.
Pria memang begitu, tidak peka. Menyesal setelah si wanita pergi, atau membiarkan hal-hal kecil berlalu begitu saja. Otak pria berbeda dengan wanita, dan ini masalahnya. Manusia adalah makhluk yang sama. Itu artinya kita semua sama, terlepas dari genre kita.
Untuk bersama pria tidak peka, dibutuhkan wanita yang sangat tangguh dan sepertinya sangat sulit sekarang. Ya begitulah pria tidak peka, selalu diingatkan dan buat marah saja. Tapi sebenarnya, pria tidak peka menyukai rasa pedulimu yang membuat mereka mengingat ibu kandung mereka.
...
Selamat tinggal 2016, selamat datang 2017. Saya masih punya waktu separuh perjalanan lagi untuk menuntaskan usia 30 tahun ini. Kesulitan saya tahun lalu, semoga tidak berlanjut tahun ini.
Menjadi pria dengan waktu semakin tipis terkadang tidak mengenakkan meski selalu mengagumi wanita yang selalu menawarkan diri dengan kecantikannya di akun Instagram. Salah siapa, kalau kami tertarik. Saat kami tertarik, kami selalu baik.
Saya punya kisah pria 30 tahun yang punya kehidupan 360 derajat dari saya. Ganteng, tinggi, kaya dan punya anak istri yang manis-manis. Nanti saya tulis tentang itu, ada banyak inspirasi tentunya.
Jadi buat yang seumuran saya atau ada yang mau masuk umur 30 tahun, tidak semua pria bernasib seperti saya. Jangan berharap, cerita kita sama. Perjuangkanlah kehidupan kita masing-masing.
Kamu bisa memilih menjadi pria berkualitas atau terjerumus seperti saya di tahun 2016, khususnya soal pasangan. Yang sudah punya pasangan, jagalah wanitamu. Masih banyak pria berharap mendapat pasangan soalnya.
Artikel terkait:
Kalau kebalikan berarti 180 derajat, Om.
BalasHapusTiga ratus enam puluh derajat sih namanya muter tapi balik lagi alias sama saja hhe.