Tantangan tahun 2019 buat saya yang mengaku bloger adalah sesama bloger. Padahal ketika gaung influencer coba dikenalkan beberapa tahun terakhir, saya selalu menganjurkan orang-orang lebih baik membangun dunia kreatif lewat Instagram maupun Youtube.
Saya merasakan dilema mendalam. Bahkan bisa jadi trauma. Dua tahun terakhir, bloger terus bertumbuh. Terutama disekitar saya. Itu bagus buat ekosistem agar terus berkembang dan menarik perhatian orang-orang yang butuh pemasar yang mencari pasar di Kota Semarang.
Saya tampak bodoh
Saya semakin tidak suka ketika beberapa orang menyebut saya saat hadir disebuah acara bahwa kedatangan saya dengan embel-embel dotsemarang, maka acaranya bisa ramai. Awalnya saya menerima saja, sekarang? Saya membencinya.
Suatu kejadian tidak mengenakkan saya saat datang ke sebuah acara. Saya yang seorang bloger pengagung konten, tentu tertarik dengan undangan yang datang kepada saya.
Tempat baru, sesuatu yang baru, tentu saja ini bagus dari sisi konten. Saya selalu menyukai itu. Namun yang terjadi adalah beberapa orang terkejut saat saya datang dan mereka bingung.
Ternyata pemilik tempat mengundang sejumlah bloger juga namun lewat jalur komunitas. Saya yang tidak berkomunitas dan asal datang, tak menyadari hal seperti itu sekarang.
Pertemenan dengan banyak bloger itu menyenangkan. Tapi saat sebuah pertanyaan dalam acara yang saya datangi tersebut menayakan bayaran yang saya dapat, mendadak saya tampak bodoh.
Lho, kamu nggak berbayar datang ke sini?
Saya jadi bingung.Dan dengan jujurnya mengatakan 'tidak'.
Dan saya baru tahu ketika sebagian bloger yang hadir, mereka mendapatkan bayaran layaknya bloger seperti biasanya.
Bahkan jumlah pengikut di media sosial saya yang lumayan besar, seolah tak berguna di sana. Adakah yang salah dengan saya? Ya, saya benar-benar tampak bodoh.
Berharap konten
Konten buat saya adalah Raja. Ketika ada akses datang ke sebuah acara yang tidak dapat dilakukan orang biasa, saya mencoba diri di sana.
Pengalaman lama dalam dunia blog, memang membuat saya sedikit lebih baik. Tentu saja jam terbang adalah kuncinya.
Saya selalu berharap mendapatkan konten, dan tidak memikirkan berapa saya dibayar. Ketika diberikan pilihan itu di masa sekarang, rasanya sangat sulit bertahan.
Mereka dibayar
Bicara jam terbang, jangan heran saya sering bersama wartawan. Para jurnalis silih berganti tiap tahun yang saya temui, namun nama medianya tetap yang sama.
Saya kembali dilema saat perjalanan pulang dalam satu kesempatan bersama bloger. Sebuah acara dengan konten teknologi yang sudah bertahun-tahun saya ikuti, mendadak ramai didatangi bloger di kota sendiri.
Itu menyenangkan tentunya. Saya yang biasanya datang bersama wartawan, mendadak shok saat pulang bersama mereka.
Ternyata kedatangan mereka dibayar. Maka tak heran jumlahnya begitu banyak dari biasanya ketika saya datang.
Komunitas lebih unggul dari individu. Dan pertemanan mereka dengan banyak bloger dari luar Kota, tentu saja membenarkan alasan mereka dibayar. Saya gagal di sini menjadi bloger setelah bertahun-tahun ikut acara tersebut.
Saya harus belajar
Saya tak berpikir bahwa dalam satu kesempatan, saya didepak oleh diri saya sendiri yang mengaku bloger. Idealis yang saya tanamkan berbuah keburukan buat saya rasanya.
Percuma mengejar konten dan ekslusifitas saat datang ke sebuah acara bersama bloger yang datang dari ekosistem komunitas dan pertemanan.
Sama-sama melakukan hal sama, buzzer hingga menulis hasil akhir di blog, saya hanya mampu menghiasai media sosial dan google. Sedangkan mereka mendapat feedback yang menyenangkan.
Saya harus belajar lagi. Saya harus berusaha lagi. Saya harus bekerja keras lagi. Tantangan ini memang berat bagi saya yang tidak mengincar feedback materi.
Blog dotsemarang dan media sosialnya yang tanpa adsen atau iklan sekalipun, menjadi sangat murah. Saya mengerti itu cuma platform gratisan, tapi saya tidak mau terus disepelein.
Ini dilema saya kali ini. Sesuatu yang tak pernah terpikirkan sebelumnya malah datang dari sisi yang tidak saya duga.
Ketika saya mulai menaruh perhatian pada kehadiran Selebgram maupun Youtuber, saya melupakan sesama bloger. Saya begitu lemah rupanya.
Sehebat apapun kamu kalau sendiri akan tetap kalah dengan mereka yang berkelompok (komunitas dan berjejaring).
...
Dua tahun terakhir, saya benar-benar terdepak dalam kancah dunia perblogeran kota Semarang. Saya tidak yakin bahwa saya yang sekarang merasakan ini. Apalagi orang-orang yang dikenal adalah orang baik.
Ketika dalam satu kesempatan sesama bloger menayakan harga saya saat datang dan saya bilang cuma datang tanpa dibayar, sedangkan mereka dibayar, sungguh saya kesel pada diri saya sendiri.
Saya sangat tidak berharga dan sudah kalah satu langkah oleh mereka. Saya harus segera memperbaiki ini dan semoga setelah tulisan ini terbit, tidak lagi saya menulis kembali di sini.
Dan mendegar mereka bicara sesuatu yang berhubungan dengan fee, dan saya seperti orang bodoh di dalam sana.
Artikel terkait :
Komentar
Posting Komentar