Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Jumat yang Selalu Buruk (Asmara)


[Artikel 27#, kategori Cinta] Saya tak habis pikir dibalik kesenangan saya bermain futsal, mendatangkan kebahagiaan, ada sisi lain yang membawa keburukan. Perasaan kesal, sedih, dan buruk. Tiap Jumat, tragedi itu selalu datang. 

Saya mencoba menganalisis, masalah hubungan saya kenapa selalu seminggu sekali datang. Nggak bisa santai atau bahkan nyantai lama gitu tanpa masalah.

Terbaru, pada saat sudah berhasil mengidentifikasi masalah tiap hari Jumat, eh tetap saja datang lagi. Dan kali ini lebih parah.

Hubungan saya masih berjalan dengan pasangan. Bisa dikatakan aneh setelah deklarasi putus yang disampaikan.

Oke, saya bahagia saat itu. Tidak mengira, bahkan tidak menyangka kejadian seperti di film-film itu datang kepada saya.

Hubungan yang baik tentu saja ingin dibagikan dan diceritakan. Tapi malah lupa bagaimana bahagia itu dituliskan di halaman ini.

Saat menikmati hari balikan, Jumat sudah datang kembali dengan perkara baru. Kami diam-diaman. Saya malas bertanya kabarnya meski sangat dekat dengan jarak rumah saya.

Pesan terakhir yang dikirimkan adalah ia mengatakan membenci saya. Sudah berusaha dan bahkan mengirimkan pesan kembali, ia tak ada membalas sama sekali.

Ia pernah berujar bahwa ia ingin diperhatikan dan saya orang tidak peka. Sepertinya dia lupa bahwa dirinya sendiri sudah jarang bertanya kabar tentang saya.

Jumat depan, semisal tidak ada kabar, mungkin saya sudah menyerah dengan hubungan ini. Biarkan saya menjadi egois dan manusia tak berbudi. Karena saya tahu, mungkin ini sudah saatnya saya melepaskan Jumat untuk kembali ke kehidupan normal.

Harapan lebih tentang masa depan bersama dia rasanya tidak sesuai harapan dengan apa yang ia pikirkan. Ia mau bahagia, tapi tak mau menderita. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya