Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Teman Bicara, Ini Alasan Kamu Mengapa Harus Menikah

[Artikel 5#, kategori pria 34 tahun] Menjadi tangguh di usia 30-an seperti seorang pahlawan yang telah pensiun. Meski mendambakan kenyamanan dalam hidup, ada satu kekurangan yang membuatnya menjalani kehidupan yang tak pernah berhenti ini terasa kosong. Sosok yang bisa diajak bicara. Selalu mendengarkan meski itu omong kosong yang keluar dari mulut.

Saya mengambil tema ini hari ini yang sudah saya tulis dan ditempel di dekat laptop yang saya gunakan sekarang. Ada banyak tema tulisan yang sengaja saya pampang agar saya memiliki jadwal dan tidak kehilangan arah.

Semarang hari ini terus menerus ditemani hujan. Saya berharap baik-baik saja untuk semua orang yang bekerja di luar rumah. Khususnya dia. Seperti biasa, ketika langkahnya keluar dari rumah. Ia selalu jadi sosok yang berbeda. Tidak ada sifat manja dan wajah bayi yang imut yang membuat saya berhenti menulis.

Menikahlah ketika kesempatan itu benar-benar ada, meski sekecil apapun

Saya baru sadar mulut ini terus berbicara tanpa henti ketika bersamanya. Entahlah, apakah selama ini ada yang salah dengan diri saya. Satu sisi, saya lebih menyukai sepi. Namun saat bersamanya, malah sebaliknya. 

Saya berbicara hal-hal tidak penting. Sesuatu yang tidak berguna pun saya bicarakan. Saat makan, saat santai dan saat ia tidur. Bau tubuhnya selalu menyenangkan. Mungkin gairah itu yang membangkitkan.

Akhirnya ia pergi setelah memberi ciuman pipi. Ia adalah wanita pekerja keras dan sangat riang. Saya ingin selalu melindunginya. Namun setelah ia pergi dari pelukan, ia selalu menjadi lebih cool. Sangat cuek. Padahal saya berharap ia bertanya lagi apa kepada saya.

Perjalanan pulang, saya menyadari bahwa saya butuh teman bicara. Pria seusia saya yang sudah tidak ingin membangun pertemanan, mengharapkan itu. Lawan bicara yang sesekali mendengar dan terkadang mematahkan argumen apa yang saya katakan. 

Kami terjebak dalam drama dan ia menyukainya. Bahkan saya tidak sadar ia melakukannya. Saya begitu bangga ketika bicara dan terasa lepas semua beban pundak yang selama ini hanya melakukan rutinitas.

Mungkin inilah salah satu alasan mengapa orang harus menikah. Secepatnya ketika ada kesempatan seperti dukungan keluarga, siap mental dan finansial yang setidaknya bisa dibanggakan.

Tujuan menikah

Saya membayangkan diri saya sudah berumah tangga. Membangunkannya dari tidur saat matahari menyapa lewat jendela dengan sebuah kecupan. Sayang bangun kata saya yang mulai bawel bercerita tentang hujan yang baru saja menyapa.

Mau minum kopi atau air putih? 

Matanya yang sayup dengan pundaknya tanpa sehelai kain membuat saya berhenti beberapa detik untuk mengatakan bahwa inilah surga yang sesungguhnya.

Saya mulai berbicara tidak jelas. Dari mulai berita, media sosial, kucing yang belum dikasih makan, nasi yang tinggal dikit dan banyak lagi.

Terasa indah membayangkan dunia saat itu bila itu benar-benar terjadi hari ini.Tahun pertama pernikahan selalu terasa indah. Saya belum tahu bagaimana nanti tahun kedua dan selanjutnya.

...

Apakah kamu pria atau wanita yang masih di bawah 30 tahun, ambil kesempatan untuk memantabkan keputusan menikah. Terkadang kamu merasa bahagia yang tanpa sadar sudah usia berkepala tiga. Ya, kamu masih tetap hidup tentunya. Tapi sudut sisi ruangan yang lain ketika kamu sendirian, kamu butuh seseorang.

Saya tidak punya pengalaman pernikahan bila itu ada yang menyebalkan atau berakhir duka. Tapi saya bicara saat ini ketika sudah berusia 30-an dan belum menikah.

Banyak orang menyukai kita, teman, saudara, keluarga hingga orang tua. Namun terkadang kita butuh seseorang yang berbeda dari semuanya.

Seseorang yang menjadi teman bicara saat kita terbangun pagi, saat di meja makan, saat bersantai dan ia terus mendengarkan. Meski sesekali ia menghancurkan harapan tentang pembicaraan.

Saya harap ia menyetujui apa yang saya katakan. Namun begitulah pasangan, ia selalu memiliki pertimbangan saat ia akhirnya ikut bicara.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh