Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Tidak Bisa Berubah

[Artikel 57#, kategori Cinta] Rasanya apa yang dilakukan, semua hal yang diceritakan dan betapa mewahnya diperlakukan, semua itu tidak berarti apa-apa kepadanya. Sifatnya yang selalu berubah-ubah dan banyaknya kebohongan yang sudah-sudah adalah dirinya yang seperti itu adanya. Simpan saja rasa khawatir itu dan biarlah berlalu.

Pagi ini saya belum melihat pesannya yang sudah pulang ke rumah. Dan benar tebakan saya, ia sedang nongkrong. Lingkungannya menjadi pelengkap atas alasan-alasan apa yang ia pikirkan tentang makna kesepian.

Sedangkan diri saya, bertarung dengan pikiran negatif. Apa yang ia lakukan? Bersama siapa di sana? Ingat, temannya banyak yang berlawan jenis. 

Apa dosa saya hingga harus memikirkan seseorang yang tak ada hubungan atau ikatan?

Tubuh saya masih lelah. Gerimis pun juga menemani dan berkata, sudahlah. Buat apa repot-repot memikirkannya ketika ia begitu baik-baik saja di dunianya dan happy-happy di sana.

Ingat, pernah ada seseorang yang juga tidak bisa berubah saat muda higga menginjak kepala tiga. Sekarang, ia bahagia. Tak terjadi apa-apa dan saya? Hanya tertinggal sebagai manusia yang mengurusin orang-orang seperti dia.

Saya berpikir sejenak. Menatap tulisan ini dan meneguk segelas kopi yang ada di samping. Cuekin saja dia. Biarkan dia, lepaskan saja dia. 

Jangan sampai, terjadi pengulangan-pengulangan yang terjadi dalam hidup saya. Kamu (berbicara pada diri sendiri) bukan dewa, atau Tuhan. Bukan orang tuanya dan juga bukan kekasih atau keluarganya. 

Mereka saja tidak pusing, lalu kenapa kamu yang malah jadi gila memikirkannya.

*Menghela nafas 

Kenapa ini terjadi pada saya.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya