Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Terlalu Banyak Rasa Khawatir

[Artikel 66#, kategori Pria Seksi] Hari ini, saya menyadari bahwa kekhawatiran yang saya pikirkan begitu banyak. Kenyataannya ternyata tidak selalu sama seperti yang diproses di otak. Malah itu seperti anak yang bodoh dan polos.

Ketika rasa khawatir menjadi berlebihan, pikiran menjadi kacau. Ingin berbuat lebih banyak dan memperdulikan lebih kuat. Itu semua dilakukan karena tidak ingin orang yang disayangi terjadi apa-apa.

Sebuah kenyataan

Suatu hari, saya terpaksa mendadak pulang ke rumah. Bertemu orang tua yang lama tidak dikunjungi. Jika tidak ada momen saat itu, mungkin saya tidak akan pulang. Mungkin Tuhan memberi jalannya.

Jarang bertemu dan menghubungi pun saat perlu, saya pikir keluarga menderita. Ternyata tidak. Mereka baik-baik saja. Hanya mengeluh karena rindu jarang bertemu.

Saat mengetahui kebutuhan sehari-hari lebih dari cukup dan mewah untuk ukuran saya, di situ saya mendapati kenyataan yang selama ini saya khawatirkan.

Mereka tidak semenderita itu ternyata. Saya yang berjuang dengan terus memangkas pengeluaran sehari-hari seolah melakukan tindakan bodoh. 

Dampak buruk

Saya kembali mengingat tentang apa yang saya lakukan, terutama kekhawatiran. Terhadap kekasih yang kini berstatus mantan pun demikian saat-saat bersama.

Inginnya peduli, menemani setiap saat, memberi kehadiran yang sangat penting bahwa kita peduli, hasilnya kami tetap bertengkar.

Rasa khawatir yang berlebihan dianggap pengekangan, egois dan merusak suasana. Kami sering bertengkar padahal belum menjadi pasangan resmi (pernikahan).

Bisa dibayangkan bila kami benar-benar menikah. Menjadi pacar saja sering cekcok, bagaimana menjadi sepasang suami istri. Mending pacaran diputusin, kalau menikah?

Benar-benar memberi dampak buruk. Sikap peduli yang disampaikan hanyalah pengalah rindu. Dan sikap kebohongan yang jarang dilakukan, semakin hari semakin menjadi-jadi.

Hanya tidak ingin menyakiti perasaan, seseorang melegalkan sikap kebohongan. Karena dianggap cara terbaik, sikap itu terus dilakukan.

Sayang kenyataaannya adalah bagaimana sesuatu hal yang terus ditutupi, suatu hari akan tercium juga jadinya. Ini benar-benar buruk kalau begini.

...

Tidak mudah menjadi manusia yang lebih manusiawi. Saat peduli, dianggap berlebihan. Saat cuek, dianggap tidak memiliki rasa kasih sayang.

Apakah dengan kata-kata cukup sekedarnya maka seseorang dapat menunjukkan sikap terbaiknya? Mengapa harus kita yang berubah ketimbang mereka yang berubah?

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh