Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s...

Drama Dibalik Hujan yang Sangat Deras

[Artikel 64#, kategori Pria Seksi] Saya ingin mengenang momen ini di masa depan kelak. Perjalanan yang sederhana tapi penuh kisah dibaliknya. Balutan drama menjadi pengisi disela-sela hujan yang membuat bulu kuduk berdiri. Yah, hujannya benar-benar deras hari ini.

Seperti yang sudah-sudah, hari ini saya mengantarnya pergi bekerja. Tak ada firasat akan datangnya hujan, toh langit sepanjang jalan terlihat cerah.

Namun saat sedang berada di jalan tanjakan, hujan yang seolah turun dari Semarang bagian atas menghampiri begitu saja. Sontak menghentikan mesin dan bergegas menggunakan jas hujan.

Drama dimulai dari sini

Mundur beberapa menit sebelumnya. Langit memang tampak gelap dari Semarang atas. Tapi saya tak perlu khawatir karena ada jas hujan yang berada di bawah jok motor.

Sepanjang jalan, kami terlibat percakapan. Saya masih tidak terima akun facebook saya diblokir. Entah apa yang salah, itu sangat mencurigakan.

Ia masih mengeluh karena kesakitan saat perutnya saya cubit saat di rumah. Padahal, saya mencubitnya dengan manja karena ia membicarakan sepatu yang dibeli saat saya khawatir isi dompetnya yang kosong.

Dan drama itu akhirnya terjadi. Kami yang sudah berhenti dan beberapa pengendara juga berhenti untuk memakai jas hujan, ia malah tidak menggunakan.

Dipikirnya hujan tidak akan lebat, sehingga ia tak begitu was-was. Toh, tempat kerjanya sebentar lagi sampai.

Praha itu tiba, hujan benar-benar datang dengan sangat deras. Jalanan sebagian mulai banjir. Tak kebayang, daerah Semarang atas ini curah hujannya sangat besar.

Kekhawatiran saya memuncak kala hujannya juga tak kunjung pergi. Seluruh tubuh terasa basah sekali. 

Saya terus menerus menawarkan berhenti agar ia memakai jas hujan juga. Saya sudah mengantisipasi dengan memiliki 2 jas hujan yang ditaruh dalam motor.

Namun, ia tetap kekeh. Dan puncaknya ia mengeluh pakaiannya akhirnya basah. Laju kendaraan di sebelah yang airnya mengenai celananya juga membuatnya marah.

Apalagi ini mau bekerja. Bagaimana bisa pakaian basah dapat dipakai saat beraktivitas nantinya di sana.

Mendengar itu dan melihat keadaannya, saya akhirnya terpaksa menghentikan motor di atas trotoar. Kondisinya pun masih hujan deras.

Saya yang sangat kesal karena ia tidak mendengarkan apa yang saya anjurkan, langsung membuka jok dan memakaikan jas hujan kepadanya.

Yang terjadi? Ia bukannya merapikan jas hujan di tubuhnya, namun malah membuang ke tanah. Ia marah karena pakaiannya basah.

Maksud Anda! Saya benar-benar jengkel setengah mati. Sudah dibilang dari tadi, tapi tetap keras kepala.

Kejadian ini seperti acara sebuah stasiun televisi yang sedang syuting acara realiti. Duh, kesal. Dan hanya bisa menggerutu pada diri sendiri.

Sifatnya yang pemarah tapi tidak mau dimarahi membuat saya lebih baik diam. Ia akhirnya memakai dan kami pergi melanjutkan perjalanan.

Bolak-balik

Saat hujan belum mereda, ia mulai berpikir rasional. Ia meminta pulang dulu ke kosnya untuk berganti. 

Padahal, tempat kerjanya sudah dekat. Andai ia menurut, kejadiannya tidak begini. Ah sial, sambil menggerutu dalam hati kembali.

Akhirnya kami melewati tempat kerjanya dan pulang ke tempatnya. Sepanjang jalan, hujan masih tak berhenti dan tetap deras.

Entah, apakah begini caranya berkorban demi seseorang. Dan saya baru sadar, pakaian saya ikut basah. Jas hujan yang saya gunakan ternyata airnya masuk ke dalam pakaian.

Pada bagian akhir ceritanya, kita bolak-balik jadinya. Setelah mengganti pakaian, kami kembali menuju tempat kerja. Dan hujan juga belum reda.

Sepanjang jalan, mulut saya komat-kamit memanjatkan doa agar tidak terjadi apa-apa. Hujannya bisa diatasi dengan jas hujan, tapi jalanannya yang licin itu berbahaya.

...

Entahlah, semakin ke sini sifat seseorang semakin terlihat aslinya. Keyakinan sih boleh (keras kepala), tapi mendengarkan juga tidak kalah penting (menghargai).

Setelah mengantarnya bekerja, saya yang sudah di rumah mau tidak mau harus minum obat masuk angin. 

Tubuhnya sih tidak ada masalah. Saya hanya ingin mengantisipasi saja agar tidak terjadi penyakit saat beristirahat nanti.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Akhirnya Mereka Mudik Juga

Perjalanan Pulang Pergi ke Hotel The Wujil Resort & Conventions