Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Pulang

[Artikel 31#, kategori Amir] Menyenangkan bisa pulang. Bertemu orang rumah, keluarga dan mengenang masa silam. Namun pulang jangan disalahartikan. Seolah tanpa beban dan membiarkan keadaan.

Akhir pekan selalu datang dengan penuh harapan. Hari-hari yang sibuk mungkin bisa dimaklumi menjadi alasan ketika tempat tinggal yang dijadikan pijakan malas diperhatikan. Sayangnya, kita hidup tidak sendirian. Ada orang lain yang bekerja keras untuk membersihkan.

Harapan demi harapan selalu sirna tak kala tubuhnya tak bergerak sama sekali. Terkadang malah pergi untuk melepaskan penat dengan pergi ke gunung. Atau sibuk karena pekerjaan belum usai dan menghabiskan akhir pekan tanpa sadar.

Ketika tubuhnya tidak pergi ke mana-mana, harapan itu datang lagi. Sayang kembali sirna dan berakhir menjadi petang. Ia tak melakukan apa-apa juga.

Pulang

Kini, kesempatan datang lagi. Akhir pekan malah pulang. Meninggalkan pekerjaan rumah yang tak mungkin dihandle seorang diri layaknya pembantu yang tak dibayar.

Parahnya, kebiasaan yang bertahun-tahun terus dikatakan juga tak hilang. Berubah, kata saya. Nyatanya air sudah jatuh ke bumi tanpa ada orangnya yang sudah pergi.

Pulang, sebuah harapan yang terpendam buat saya. Namun pulang baginya adalah perasaan dendam saya yang tak akan pernah padam. Akhir pekan yang diharapkan, malah seolah sampah berantakan.

Sial! 

Artikel terkait :


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat