Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Pulang Futsal : Hujan yang Buat Trauma

[Artikel 80#, kategori futsal] Tetesan air hujan yang menjadi gerimis menemani kepulangan saya ke rumah malam ini. Ah hujan, entah kenapa saya jadi trauma gini. Antara rindu di persimpangan dan keraguan masa lalu.

Malam ini, waktunya main di tim hari Kamis (16/9). Langit masih cerah kala pergi dengan mengendarai sepeda. Tidak menyangka akan berubah kala tiba di lapangan dengan angin besar yang membuat atap tempat futsal sering berbunyi.

Tubuh masih belum fit dari main hari Selasa, tapi mau gimana lagi. Sudah jadwal rutin. Selalu ada resiko untuk sebuah kesenangan.

Sakit perut

Entah kenapa main malam ini perut saya mendadak sakit. Sebelumnya padahal baik-baik saja. Saya jadi memikirkan roti yang saya makan sebelumnya. Kaget melihat tanggal kadaluwarsanya, meski begitu tetap disantap dengan lahap. Saya suka rasa cokelat.

Sempat niat berhenti sebelum waktu selesai. Tapi kepalang tanggung, ya sudahlah. Tetap bermain dengan biasa dan menahan sakit yang luar biasa.

Hujan yang membuat trauma

Semenjak kejadian dengan si dia dan waktunya juga saat turun hujan, entah kenapa pulang futsal yang ditemani hujan terasa menyesakkan. Apakah itu trauma?

Padahal biasanya saat pulang, bahkan saat hujan saat deras pun, saya malah bergembira. Memakai jas hujan plastik murah meriah dan menggenjot sepeda sampai rumah.

Hujan sepertinya mengingatkan hal buruk yang selalu terjadi tentangnya. Sangat kejam waktu itu dan mungkin saya tidak baik-baik saja hingga sekarang.

Cedera dan luka

Satu minggu dua kali bermain ternyata membuat tubuh saya tidak menerima. Main kamis malam membuat cedera pada tubuh saya semakin bertambah. Plus luka goresan di lutut karna menerjang bola.

Dua lutut, lengan kanan, jari tangan kiri, semuanya terasa nyeri. Saya butuh banyak istirahat hari ini. Semoga saja main hari Selasa sudah kembali seperti semula.

...

Saya menulis ini Jumat siang (17/9). Meski dengan tubuh lelah dan banyak cedera, semangat saya untuk menulis terasa luar biasa. Entah ada apa dengan gairah ini. Apakah memang harus dikeluarkan secepatnya?

Yang pasti, ketika menunda sesuatu yang sudah dipikirkan, maka perasaan yang hingga terasa hampa bila dikerjakan waktu berikutnya. Tidak ada jiwa lagi untuk bercerita.

*Saya senang malam tadi ketika beberapa orang terus memuji saya sebagai kiper. Terima kasih, saya menyukainya.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya